Politik Aceh saat ini tengah mengalami dinamika yang sangat signifikan. Salah satu perkembangan terkini adalah penggeseran jadwal deklarasi calon kepala daerah dan wakilnya oleh Partai Aceh. Semula, deklarasi dijadwalkan pada 15 Agustus 2024, namun kini diundur menjadi 25 Agustus 2024.
Pengamat Politik dan Kebijakan Publik Usman Lamreung mengungkapkan, perubahan ini diperkirakan akan memicu spekulasi dan manuver politik di kalangan elit politik yang berusaha mempengaruhi pemilihan calon kandidat baik sebagai pendamping Mualem maupun calon kepala daerah untuk kabupaten/kota.
Dinamika dalam proses penentuan calon kepala daerah dan wakilnya adalah hal yang umum dalam politik. Namun, pergeseran jadwal deklarasi ini menjadi semakin kompleks dengan adanya ketegangan internal di Partai Aceh.
Ketegangan ini antara lain melibatkan Zulfadli, Ketua DPRA, dan Nurlis, Ketua Tim Seleksi Calon Kepala Daerah. Konflik ini mencuat setelah Zulfadli mengkritik pengumuman calon kepala daerah yang diusung oleh Partai Aceh melalui media massa.
Zulfadli menilai pengumuman yang dilakukan oleh Nurlis tidak pantas dan mempertanyakan dukungan yang diberikan kepada Fadhlullah (Dek Fad), Ketua DPD Gerindra Aceh, sebagai calon pendamping Mualem, bakal calon gubernur dari Partai Aceh.
Menurut Zulfadli, Nurlis seharusnya tidak mengumumkan Fadhlullah tanpa adanya legitimasi yang jelas dari pihak-pihak terkait.
Sebelumnya, pernyataan Nurlis bahwa Fadhlullah mendapatkan dukungan dari DPP Gerindra untuk mendampingi Mualem, namun sebaliknya tidak mendapatkan dukungan penuh di kalangan pengurus Partai Aceh. Hal ini menyebabkan ketegangan yang tidak hanya terbatas di dalam partai tetapi juga menyebar ke publik, menimbulkan berbagai spekulasi tentang apakah ini merupakan bagian dari drama politik internal yang sengaja dipublikasikan.
Juru Bicara Partai Aceh, Nurzahri, memberikan penjelasan bahwa pergeseran jadwal deklarasi hanya mempengaruhi waktu pengumuman kepada publik. Sementara itu, tahapan keputusan terkait calon kepala daerah dan wakilnya tetap berjalan sesuai jadwal pada 15 Agustus. Nurzahri menyebutkan bahwa penundaan ini bertujuan untuk memberikan waktu tambahan bagi beberapa calon bupati dan calon walikota untuk menyelesaikan pembicaraan mengenai koalisi dan calon wakil mereka.
Dengan penundaan ini, beberapa pihak mempertanyakan apakah penunjukan Fadhlullah sebagai calon pendamping Mualem benar-benar merupakan keputusan akhir atau hanya strategi politik belaka. Apalagi, informasi terbaru menunjukkan bahwa Partai Gerindra kemungkinan akan mengumumkan secara resmi penunjukan kader mereka sebagai calon wakil gubernur dalam beberapa hari ke depan. Ini menambah ketidakpastian di kalangan publik Aceh mengenai posisi akhir Fadhlullah dan bagaimana posisi Mualem dalam bursa calon gubernur.
Spekulasi politik terus berkembang, dengan beberapa analisis yang menyebutkan bahwa ketegangan internal ini mungkin merupakan bagian dari strategi untuk memanipulasi opini publik dan menekan lawan politik. Banyak yang bertanya-tanya apakah konflik ini akan mempengaruhi stabilitas internal Partai Aceh dan bagaimana hal ini akan berdampak pada koalisi politik Mualem.
Sementara itu, masyarakat Aceh dan pengamat politik akan terus memperhatikan perkembangan selanjutnya dengan harapan adanya kejelasan dan transparansi dalam proses penentuan calon kepala daerah dan wakilnya. Apakah Partai Aceh dan Partai Gerindra dapat menyelesaikan ketegangan ini dengan baik dan mencapai kesepakatan yang memuaskan semua pihak akan menjadi kunci untuk menentukan arah politik Aceh ke depan.