JAKARTA – Sebuah kisah memilukan datang dari seorang Perempuan asal Yogyakarta yang menjadi korban perdagangan orang (TPPO) di Kamboja. Tanpa disadari, ia terperangkap dalam jaringan penipuan online atau Scammer yang memaksanya menyasar warga Indonesia dengan target omset dari penipuannya hingga Rp 300 juta per bulan.
Kisah pilu ini berawal, perempuan ini menemukan lowongan kerja melalui media sosial. Terus beralih bertukar nomor telepon dan kontak via WhatsApp. Ia ditawari pekerjaan oleh seorang perempuan yang mengaku mempunyai restoran di Thailand dan ditawari menjadi staf dapur dengan gaji USD 900.
Namun, tanda tanya muncul ketika tiket pesawat yang diberikan justru mengarah ke Ho Chi Minh, Vietnam, bukan Thailand.
“Saya bertanya, kenapa saya dibelikan tiket ke Ho Chi Minh (Vietnam), kenapa tidak ke Thailand langsung. Tapi ia bilang untuk tenang dan percaya saja. Dari Ho Chi Minh, saya dijemput seorang pria menggunakan motor untuk menuju ke Kamboja. Tapi itu saya belum tahu kalau mau dibawa ke Kamboja,” ujarnya, dilansir detikJogja, Sabtu (19/7/2025).
Setiba di Vietnam, ia dijemput seorang pria yang membawanya menggunakan motor—tanpa disadarinya—menuju Kamboja. Barulah kemudian ia menyadari bahwa dirinya telah terjebak dalam lingkaran kejahatan yang jauh lebih besar dari yang ia bayangkan. Kisahnya ini dilaporkan oleh detikJogja pada Sabtu (19/7/2025).
Setelah sampai di Kamboja, Puspa tak lagi bisa menghubungi wanita yang mengaku bos restoran itu. Dia justru dibawa ke pasar oleh orang yang berbeda ke sebuah gedung apartemen, lalu dimasukkan ke ruangan berisi sekitar 45 pria yang bekerja menggunakan komputer.
Ternyata wanita ini dipekerjakan sebagai scammer atau penipuan online. Dia menyebut pemilik tempat scammer itu orang China yang berkantor di Kamboja, dan sengaja mempekerjakan orang Indonesia untuk menargetkan korban WNI.
“‘Kamu tipulah banyak-banyak orang Indonesia. Kamu tidak akan bisa dipenjara. Dan jika kamu tidak bisa menipu, kamu akan merasakan denda atau hukuman.’ Begitu yang mereka katakan,” ujarnya.
Dalam sebulan, Puspa ditargetkan menipu hingga Rp 300 juta. Jika hanya mendapat separuh, ia hanya menerima 50 persen gaji dan jika hanya Rp 100 juta, ia tidak digaji.
Ia awalnya memang mendapat gaji USD 800, namun harus dipotong denda dan ia tidak tahu pasti berapa yang ia terima. Puspa juga harus menerima hukuman, seperti disetrum, bila tak memenuhi target.
“Risiko yang kita alami, kita bisa disetrum atau dilempar dari lantai tiga, dan itu sudah teman saya alami. Kita bisa dipukuli satu kantor. Setiap kita masuk ke ruangan bos, di situ sudah ada setrum, pistol, dan tongkat panjang,” ungkapnya.[]