JAKARTA – Sejumlah purnawirawan jenderal Tentara Nasional Indonesia (TNI) mengeluarkan delapan tuntutan sebagai bentuk respons terhadap berbagai persoalan yang dihadapi bangsa. Pernyataan tersebut tertuang dalam sebuah dokumen resmi yang ditandatangani oleh sejumlah tokoh militer senior.
Dokumen itu ditandatangani antara oleh mantan pejabat tinggi TNI, antara lain Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Sudarto, Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto, dan Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan. Sementara itu, nama Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno tercantum dalam kolom “Mengetahui”. Dokumen tersebut tertanggal Februari 2025.
Dokumen itu dibacakan oleh pakar hukum tata negara, Refly Harun, melalui kanal YouTube pribadinya pada Jumat (18/4/2025).
“(Tuntutan ke) Satu, kembali ke Undang-Undang Dasar 1945 asli sebagai tata hukum politik dan tata tertib pemerintahan. Asli, ini ada persoalan, tapi kita hargai dulu,” ujar Refly saat membacakan poin pertama.
Selanjutnya, Forum Purnawirawan mendukung program kerja Kabinet Merah Putih atau Asta Cita, kecuali pada pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Mereka juga menyerukan penghentian Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dinilai bermasalah.
Isu tenaga kerja asing juga tak luput dari perhatian mereka. Dalam pembacaan poin berikutnya, Refly menyebut:
“Menghentikan tenaga kerja asing China yang masuk ke wilayah NKRI dan mengembalikan tenaga kerja China ke negara asalnya. Ingat ya, China bukan Tionghoa ya,” lanjut Refly.
Forum juga menekankan pentingnya pengelolaan sektor pertambangan yang sesuai dengan aturan perundang-undangan, terutama yang tercantum dalam Pasal 33 ayat 2 dan 3 UUD 1945.
Mereka juga mendesak agar menteri yang tersangkut kasus korupsi segera diganti.
“Dan perlu mengambil tindakan tegas kepada para pejabat dan aparat negara yang masih terkait dengan kepentingan mantan presiden RI ke-7 (Joko Widodo),” tegas Refly membacakan tuntutan lainnya.
Poin ketujuh dan kedelapan juga menyasar institusi negara. Pertama, mereka meminta Polri dikembalikan ke fungsi utamanya sebagai penjaga ketertiban masyarakat di bawah Kementerian Dalam Negeri.
Selanjutnya, mereka mengusulkan agar MPR mengganti wakil presiden Gibran Rakabuming Raka karena putusan Mahkamah Konstitusi terkait pasal 169 huruf q UU Pemilu dinilai melanggar hukum.
“Kedelapan, mengusulkan pergantian wakil presiden kepada MPR karena keputusan MK terhadap pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu telah melanggar hukum acara MK dan undang-undang kekuasaan kehakiman,” beber Refly.
Tuntutan ini mendapat dukungan dari ratusan purnawirawan, termasuk 103 jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal, dan 91 kolonel.
Sebelumnya, Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, menceritakan tindakan yang kurang pantas dilakukan Wakil Presiden.
Amran mengaku sempat mendapat teguran dari Wakil Presiden karena menutup perusahaan yang diduga kuat dikendalikan oleh mafia beras.
“Kami juga pernah ditegur wakil presiden gara-gara ada mafia beras kami tutup perusahaannya. Ternyata semuanya adalah pemimpin-pemimpin besar ada di dalamnya,” ujar Amran dikutip pada Jumat (18/4/2025).
Meski ditegur oleh pejabat tinggi negara, ia tetap pada pendiriannya. Amran menilai keputusan tersebut sudah tepat karena perusahaan terkait telah melanggar peraturan.
“Kami katakan yang penting kami sudah tutup, karena dia melanggar regulasi yang ada di Republik ini,” tegasnya.
Sumber Fajar.co.id