SURABAYA – Komisi D DPRD Surabaya menggelar rapat dengar pendapat terkait sejumlah dugaan pelanggaran perburuhan di UD Sentoso Seal, termasuk penahanan ijazah 31 karyawan, pemotongan gaji saat ibadah Salat Jumat, hingga praktik kerja tidak manusiawi.
Rapat dihadiri pemilik UD Sentoso Seal, Jan Hwa Diana, mantan karyawan korban penahanan ijazah, serta perwakilan Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Surabaya dan Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Timur.
Ketua Komisi D DPRD Surabaya dr Akmarawita Kadir yang menyebutkan adanya dugaan bahwa karyawan di UD Sentoso Seal dipekerjakan dengan tidak sepatutnya. Selain pemotongan gaji karyawan saat menjalankan ibadah Salat Jumat, ada juga yang disekap.
“Di samping ada penahanan ijazah juga ternyata ada metode kerja yang tidak sesuai. Kalau menurut saya sih ini juga soal perikemanusiaan, jadi seperti ada yang tadi disekap, salat Jumat dipotong gajinya, dan sebagainya,” ujar Kadir usai rapat, Rabu (16/4/2025).
Dugaan pemotongan gaji dialami sejumlah mantan karyawan yang menjalankan ibadah Salat Jumat. Salah satu korban mengaku upahnya dipotong sepihak oleh perusahaan tanpa pemberitahuan jelas. Selain itu, Komisi D juga menyoroti laporan penyekapan terhadap pekerja di lingkungan perusahaan.
Sebelumnya dr Akmarawita Kadir mengungkap bahwa pemilik perusahaan, Jan Hwa Diana masih saja menyangkal telah menahan ijazah karyawan meski mantan karyawan perusahaan yang dia pimpin sudah menunjukkan sejumlah bukti penahanan ijazah.
“Katanya 31 orang itu yang ijazahnya tertahan, ini harusnya dicari,” kata Akma usai hearing, Rabu (16/4/2025).
Komisi D meminta Disperinaker Surabaya dan Disnakertrans Jatim mengungkap kasus penahanan ijazah ini. Sebab hal itu telah melanggar pasal 42 Perda Jawa Timur Nomor 8 Tahun 2016.
Dalam rapat tersebut, Diana akhirnya mengakui bahwa dirinya memang pemilik perusahaan UD Sentoso Seal. Namun, dia tetap bersikeras tidak pernah melakukan penahanan ijazah.
Kepala Bidang Pengawasan dan K3 Disnakertrans Jatim, Tri Widodo mengatakan pihaknya tengah menyiapkan langkah hukum setelah perusahaan dinilai tidak kooperatif dalam proses pemeriksaan.
Dia jelaskan sikap tidak kooperatif dari pemilik perusahaan yakni dengan terus mengelak dan mengaku lupa soal identitas mantan karyawan maupun ijazah yang dilaporkan ditahan.
“Pihak perusahaan tidak secara tegas membantah atau mengakui. Jawaban mereka hanya ‘lupa’. Nah ini yang menyulitkan penyelesaian,” kata Tri.
Kepala Disnaker Surabaya, Achmad Zaini mengatakan secara regulasi penahanan ijazah oleh perusahaan termasuk dalam kategori pidana berdasarkan Pergub No 8 Tahun 2016 dan bisa dijerat dengan pasal dalam KUHP. Kepolisian punya dasar hukum untuk menindak pidana perusahaan.
“Kalau di Pergub itu masuk ranah pidana. Polisi juga punya pasal di KUHP untuk itu,” kata Zaini.[]
Sumber detikJatim