Gegara ini, Ramai ramai Orang Kaya Indonesia Pindahkan Ratusan Juta Dollar AS ke Luar Negeri

banner 120x600

BANDA ACEH — Kalangan orang berpunya Indonesia mulai memindahkan aset senilai ratusan juta dolar AS ke luar negeri menyusul kekhawatiran terhadap disiplin fiskal pemerintah dan stabilitas ekonomi dalam negeri. Hal tersebut diungkapkan dalam laporan Bloomberg, Jumat (11/4/2025).

Menurut analisis Bloomberg, emas dan properti tetap menjadi safe haven (pelindung aset) utama. Namun, mata uang kripto—khususnya stablecoin USDT milik Tether Holdings SA—kian diminati karena nilainya dipatok 1:1 terhadap dolar AS.

Go Atjeh Go Atjeh Go Atjeh

Pergeseran ini didorong keinginan para investor untuk melindungi kekayaan dari gejolak ekonomi domestik. Aset seperti kripto dinilai memudahkan pengalihan dana dalam jumlah besar dengan profil diskresi lebih tinggi ketimbang transaksi tradisional.

Untuk laporan tersebut, Bloomberg mewawancarai lebih dari selusin manajer kekayaan, bankir swasta, penasihat keuangan, dan individu dengan kekayaan tinggi untuk laporan ini — semuanya meminta identitasnya dirahasiakan.

Seorang bankir swasta menyebut beberapa klien asal Indonesia dengan kekayaan bersih antara 100 juta hingga 400 juta dollar AS telah mengonversi hingga 10 persen aset mereka ke mata uang kripto.

Peralihan ini dimulai sejak Oktober 2024,  namun meningkat pesat setelah rupiah anjlok pada Maret 2025.

Arus keluar dana dari Indonesa yang merupakan ekonomi terbesar di Asia Tenggara ini, diduga turut memperparah pelemahan tajam mata uang Indonesia.

Pada Rabu (9/4/2025) lalu, rupiah sempat jatuh ke titik terendah dalam sejarah terhadap dollar AS sebelum sedikit menguat pada Kamis, ketika investor memperhitungkan dampak gesekan dagang yang berulang akibat tarif dari Presiden AS Donald Trump.

Kekhawatiran atas belanja besar-besaran oleh Prabowo yang berpotensi menggerus disiplin fiskal yang telah dibangun oleh pemerintahan sebelumnya turut membebani pasar saham dan mata uang.

“Saya makin sering membeli USDT dalam beberapa bulan terakhir,” kata Chan, mantan eksekutif puncak berusia 40-an dari salah satu konglomerat besar Indonesia, yang meminta agar namanya tak disebutkan.

“Itu memungkinkan saya menjaga nilai aset dan memindahkannya ke luar negeri bila perlu, tanpa harus membawanya secara fisik menyeberangi perbatasan. Prospek ekonomi Indonesia dan risiko terhadap stabilitas politik negara ini benar-benar membuat saya cemas,” tambah dia.

Menurut Bloomberg, hal yang paling dikhawatirkan adalah langkah-langkah Presiden Prabowo Subianto sejak menjabat Oktober lalu, seperti memperluas peran militer, meningkatkan belanja negara, dan kebijakan terkait BUMN. Hal tersebut menjadi penyebab volatilitas di pasar saham serta mata uang.

Prabowo juga menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sekitar 8 persen. Untuk mendekati target tersebut, dibutuhkan belanja pemerintah dalam jumlah sangat besar. Investor khawatir hal ini bisa menyebabkan defisit fiskal melebar, utang meningkat, pajak dinaikkan, dan tekanan inflasi yang makin meluas.

Meskipun gelombang arus keluar dana saat ini belum menyamai eksodus besar-besaran pada tahun 1998 saat krisis ekonomi Asia, menurut Bloomberg, beberapa narasumber menyebut tanda-tandanya semakin terlihat.

Modus pemindahan

Sejak Februari 2025, klien dari salah satu firma penasihat keuangan telah memindahkan sekitar 50 juta dollar AS ke Dubai dan Abu Dhabi. Padahal pada  kuartal sebelumnya, arus keluar yang serupa hanya sekitar 10 juta dollar AS.

Dalam beberapa kasus, dana itu digunakan untuk membeli properti residensial dan komersial atas nama anggota keluarga atau teman untuk menghindari deteksi.

Beberapa klien bahkan mendapatkan visa kerja di Dubai, yang memungkinkan mereka mendirikan perusahaan cangkang (shell company) dan menggunakannya untuk membeli properti, menurut salah satu sumber.

Sumber kompas.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *