Tuntut Jabatan jadi 8 Tahun, Keuchik di Aceh Ajukan Judicial Review UUPA ke MK

banner 120x600

BANDA ACEH — Keuchik ( Kepala Desa) di Aceh yang diwakili oleh Lima Keuchik dari lima kabupaten/kota di Aceh resmi mengajukan permohonan uji materiil (judicial review) terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) ke Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (18/3/2025).

Mereka menilai Pasal 115 Ayat (3) UUPA bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan merugikan hak konstitusional masyarakat.

Go Atjeh Go Atjeh Go Atjeh

Nisa Ulfitri, kuasa hukum dari Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), menegaskan pokok permohonan adalah pengujian norma hukum dalam Pasal 115 Ayat (3) UUPA terhadap sejumlah pasal dalam UUD 1945.

Menurut Nisa Permohonan telah teregistrasi dan akan diproses oleh Kepaniteraan MK

Permohonan bernomor registrasi 47/PAN.ONLINE/2025 ini didaftarkan secara daring melalui sistem elektronik MK. Rencananya, verifikasi dokumen fisik akan dilakukan pada Rabu (19/3/2025) di Gedung MK, Jakarta.

“Hari ini sudah kami daftarkan secara online dan telah teregister. Permohonan ini akan dipelajari oleh Kepaniteran di MK.Setelah itu besok baru menyerahkan berkas asli ke MK. Pokok permohonan adalah pengujian norma hukum Pasal 115 ayat (3) UUPA terhadap beberapa pasal dalam UUD 1945,” jelas Nisa.

Kelima Keuchik penggugat berasal dari wilayah berbeda:

Venny Kurnia (Aceh Barat Daya),

Syukran (Gayo Lues),

Sunandar (Aceh Besar),

Badaruddin (Langsa),

Kadimin (Aceh Selatan).

Mereka menilai keberadaan Pasal 115 ayat (3) UUPA telah mendegradasi hak konstitusional keuchik di Aceh dan menimbulkan dualisme aturan dalam menetapkan masa jabatan kepala desa.

Venny Kurnia menilai perbedaan aturan ini menyebabkan diskriminasi bagi keuchik di Aceh dibandingkan kepala desa di provinsi lain.

Mereka menganggap Pasal 115 ayat (3) UUPA yang mengatur masa jabatan keuchik selama enam tahun tidak sejalan dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 yang telah menetapkan masa jabatan kepala desa di seluruh Indonesia menjadi delapan tahun.

“Kami merasa tidak mendapatkan perlakuan yang adil dan setara dalam pemerintahan. Masa jabatan kepala desa di daerah lain sudah delapan tahun, tapi di Aceh masih enam tahun.

Ini menciptakan ketimpangan dan bertentangan dengan prinsip kesetaraan di hadapan hukum,” tegas Venny.

Tim advokasi yang menangani perkara ini terdiri dari Safaruddin, Febby Dewiyan Yayan, Nisa Ulfitri, Boying Hasibuan, dan Adelia Ananda.

Dalam petitum permohonannya, Venny dan rekan-rekannya meminta MK untuk mengabulkan permohonan mereka secara keseluruhan, menyatakan Pasal 115 ayat (3) UUPA bertentangan dengan UUD 1945, khususnya Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan (3), serta Pasal 28I ayat (2) dan menyatakan bahwa Pasal 115 ayat (3) UUPA tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa masa jabatan keuchik adalah delapan tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya.[]

Sumber gayo.tribunnews.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *