BANDAR LAMPUNG — Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Komite Aksi Masyarakat dan Pemuda untuk Demokrasi (KAMPUD) menilai penyusunan draft rancangan undang-undang (RUU) kitab undang-undang hukum acara pidana (KUHAP) merupakan langkah dan upaya pembaharuan guna menyesuaikan kebutuhan serta perkembangan norma-norma dalam penegakan hukum yang berlaku saat ini sehingga relevan, baik dalam ruang materiil maupun pembangunan hukum nasional oleh karena itu pembentukan peraturan perundang-undangan harus dilakukan secara terencana, terpadu dan berkelanjutan.
Seno Aji sebagai ketua umum DPP KAMPUD berharap dalam pembentukan peraturan perundang-undangan khususnya dalam RUU KUHAP harus memperhatikan isu-isu strategis yang terus berkembang ditengah-tengah kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, agar pembentukan KUHAP yang baru benar-benar bermanfaat dan efektif Khususnya terkait isu-isu penanganan dan pemberantasan praktik tindak pidana korupsi yang terus harus digalakan.
“Dengan adanya agenda besar dalam upaya reformasi dan pembangunan hukum nasional melalui pengesahan kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) yang akan berlaku pada 2026, kemudian adanya agenda pembentukan KUHAP yang baru, tentunya dalam penyusunan draft RUU KUHAP perlu sangat memperhatikan dan mempertimbangkan baik secara filosofis, sosiologis maupun yuridis terkait dinamika dan kebutuhan sebagai instrumen yang relevan sehingga memiliki dayaguna dan dayahasil yang bermanfaat dan efektif bagi kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara”. ungkap Seno Aji di Kota Bandar Lampung pada Selasa (18/3/2025).
Dalam konteks pemberantasan tindak pidana korupsi (Tipikor) sudah tentu upayanya harus ditingkatkan karena saat ini Indonesia terus dirong-rong dan dirusak oleh praktik tipikor dari segala sektor, dimana saat ini terdapat 3 (tiga) institusi penegak hukum yang memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan tindak pidana khusus yaitu terkait kasus korupsi diantaranya penyidik polisi, penyidik Kejaksan dan penyidik KPK, namun dengan instrumen 3 institusi tersebut dalam penerapan sistem penegakan hukum kasus tipikor tidak menyurutkan praktik tipikor di Indonesia bahkan trendnya semakin meningkat, nah bagaimana jika kewenangan penyidikan kasus tipikor oleh Kejaksaan dihapuskan?, maka Indonesia dipastikan akan mengalami akut kasus Tipikor yang semakin merenggut hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat. Maka harapannya dengan adanya agenda RUU KUHAP ini dapat memperkuat upaya pemberantasan praktik tipikor dengan mempertegas dan memperjelas kewenangan Kejaksaan sebagai penyidik kasus tipikor, bukan justru melemahkan agenda pemberantasan korupsi dengan rumusan pasal yang menyebutkan Kejaksaan hanya sebagai penyidik pelanggaran HAM berat”, tambahnya.
Sosok aktivis Seno Aji yang dikenal low profil dan sederhana ini juga menegaskan bahwa pemberantasan praktik tindak pidana korupsi harus dilakukan secara profesional, intensif dan berkesinambungan sebab korupsi telah merugikan keuangan negara, perekonomian negara dan menghambat pembangunan nasional.
“Kasus korupsi merupakan problem universal yang bersifat endemik mengancam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara dalam mencapai kesejahteraan masyarakat, oleh karena itu kita mendukung dalam agenda RUU KUHAP memiliki kejelasan rumusan dengan menyebut kejaksaan sebagai penyidik tindak pidana korupsi dengan begitu agar penegakan hukum kasus-kasus tipikor yang terjadi dapat dilakukan secara profesional, intensif dan berkesinambungan, mengingat saat ini Kejaksaan secara masif berhasil mengusut kasus-kasus mega korupsi yang nilai kerugian keuangan negara dan perekonomian negara mencapai ratusan triliun rupiah”, pungkas Seno Aji.
Untuk diketahui bahwa telah beredar draf revisi UU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menyebutkan Jaksa hanya menjadi penyidik kasus tindak pidana pelanggaran HAM berat, pada pasal 6 ayat 1 berbunyi: Penyidik terdiri atas penyidik Polri, PPNS, dan penyidik tertentu.
Sementara dalam penjelasan pasal 6, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “Penyidik Tertentu” adalah Penyidik Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Penyidik perwira Tentara Nasional Indonesia angkatan laut yang memiliki kewenangan melakukan Penyidikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perikanan, kelautan, dan pelayaran pada wilayah zona ekonomi eksklusif dan Jaksa dalam tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia berat.[Chaidr]