JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap dugaan praktik suap terkait alokasi proyek Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan.
Ketua KPK Setyo Budiyanto menyebut tiga anggota DPRD OKU dan Kepala Dinas PUPR setempat, Nopriansyah, diduga terlibat dalam permintaan “fee” atau imbalan jasa proyek yang dijanjikan cair sebelum Lebaran 2025.
Dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Minggu (16/3), Setyo menjelaskan, ketiga anggota dewan yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Ferlan Juliansyah (Anggota Komisi III), M Fahrudin (Ketua Komisi III), dan Umi Hartati (Ketua Komisi II DPRD OKU). Mereka diduga menagih fee dari Nopriansyah melalui skema pencairan uang muka sembilan proyek PUPR yang telah direncanakan.
“Dijanjikan oleh saudara N (Kadis PUPR) akan diberikan sebelum Hari Raya Idulfitri melalui pencairan uang muka sembilan proyek yang sudah direncanakan sebelumnya,” kata Setyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Minggu, (16/03/ 2025).
Sembilan proyek yang dimaksud meliputi rehabilitasi rumah dinas bupati dan wakil bupati, perbaikan kantor Dinas PUPR OKU, peningkatan jalan, hingga pembangunan jembatan. Proyek-proyek ini sebelumnya telah disetujui pemerintah daerah melalui mekanisme pokir DPRD.
Selain empat pejabat tersebut, KPK juga menetapkan dua pihak swasta sebagai tersangka, yaitu M Fauzi alias Pablo dan Ahmad Sugeng Santoso. Keduanya diduga terlibat dalam aliran dana terkait proyek tersebut.
Setyo mengungkapkan Fauzi kemudian menyerahkan uang senilai Rp 2,2 miliar kepada Nopriansyah yang merupakan bagian komitmen fee proyek yang dititipkan ke seorang PNS berinisial A. Uang tersebut, kata dia, bersumber dari uang muka pencairan proyek.
Pada awal Maret 2025, menurut Setyo, Ahmad Sugeng juga menyerahkan uang sebanyak Rp 1,5 miliar ke Nopriansyah. “Tim penyelidik KPK mendatangi rumah saudara N dan saudara A dan menemukan serta mengamankan uang sebanyak Rp 2,6 miliar yang merupakan uang komitmen fee untuk DPRD yang diberikan oleh MFZ dan ASS,” kata dia.
Untuk pihak penerima yakni Nopriansyah, Ferlan, Fahrudin, dan Umi Hartato, dijerat dengan Pasal 12 a atau Pasal 12 b, dan Pasal 12 f, dan Pasal 12 B, Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan untuk Fauzi dan Ahmad Sugeng selaku pihak swasta, dijerat dengan Pasal 5 Ayat 1 a, atau Pasal 5 Ayat 1 b Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.[]
Sumber Tempo.co