Ini Sebagian Warisan Jokowi ke Prabowo, dari Utang Sampai IKN

banner 120x600

JAKARTA — Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru saja lengser dari jabatannya, mewariskan sejumlah tantangan ekonomi kepada Presiden Prabowo Subianto. Persoalan yang dihadapi mencakup utang pemerintah, jumlah kelas menengah, serta berbagai isu lain yang memerlukan perhatian segera.

Prabowo dilantik sebagai Presiden RI periode 2024-2029 di Gedung MPR/DPR Senayan Jakarta pada Minggu (20/10/2024) setelah memenangkan Pilpres 2024 dengan suara terbanyak, berpasangan dengan Gibran Rakabuming Raka.

Go Atjeh Go Atjeh Go Atjeh

Mengutip rangkuman CNNIndonesia, setidaknya ada lima persoalan utama yang menjadi warisan Jokowi, termasuk utang pemerintah, minimnya investasi dalam proyek Ibu Kota Negara (IKN), kesejahteraan buruh, kinerja industri manufaktur, dan penurunan jumlah kelas menengah. Tantangan-tantangan ini akan menjadi fokus utama pemerintahan Prabowo ke depan.

1. Utang pemerintah
Jokowi bakal mewariskan utang lebih dari Rp8.000 triliun ke Prabowo. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam buku APBN KiTa mencatat utang pemerintah mencapai Rp8.461,93 triliun per 31 Agustus 2024. Jumlah itu setara 38,49 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Rasio utang pemerintah disebut masih masih aman karena di bawah 60 persen dari PDB, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Berdasarkan porsinya, sebesar 88,07 persen atau Rp8.46193 triliun utang berasal dari Surat Berharga Negara (SBN) dan sebesar 11,93 persen atau Rp1.099,37 triliun berasal dari pinjaman.

Secara rinci, utang SBN terdiri dari SBN domestik sebesar Rp6.063,4 triliun yang terbagi atas Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp4.845,68 triliun dan SBN Syariah sebesar Rp1.217,73 triliun.

Lalu, utang dari SBN Valas atau mata uang asing sebesar Rp1.389,14 triliun yang terbagi atas SUN sebesar Rp1.025,14 triliun dan SBN Syariah sebesar Rp364 triliun.

Selanjutnya, utang dari pinjaman terdiri dari pinjaman dalam negeri sebesar Rp39,63 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp969,74 triliun.

2. IKN sepi investor
Jokowi juga mewariskan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang belum rampung ke Prabowo. Ditambah lagi, belum ada investasi asing yang masuk ke megaproyek kebanggan Jokowi itu.

Per awal Agustus lalu, Jokowi mengatakan total investasi yang ke IKN sebesar Rp56 triliun yang berasal dari investor domestik. Investasi Rp56 triliun ke IKN itu mengalir ke 55 proyek.

“Per hari ini perlu juga saya sampaikan bahwa sudah di luar anggaran dari APBN, investasi yang masuk sudah Rp56,2 triliun dari 55 yang sudah groundbreaking,” ucap dia.

Jokowi menjelaskan angka itu berasal dari enam proyek bidang pendidikan, dua proyek kesehatan, 10 proyek logistik dan ritel, dua proyek transportasi dan energi, 14 proyek perbankan dan perkantoran, sembilan proyek area hijau dan hunian, serta tiga proyek media dan teknologi.

Aliran investasi itu berasal dari beberapa taipan tanah air. Mereka adalah bos Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan, bos Sinarmas Group Franky Wijaya, bos Barito Pacific Prajogo Pangestu, bos Mulia Group Eka Tjandranegara, bos Adaro Boy Thohir, bos Kawan Lama Group Kuncoro Wibowo, dan bos Alfamart Group Djoko Susanto.

Selain mereka, investasi IKN juga mengalir dari Grup Mayapada, Pakuwon, dan JIS.

Jokowi berdalih pemerintah memang mengutamakan investor domestik dalam pembangunan IKN. Sedangkan untuk investor asing saat ini masih harus menunggu.

“Kita ini yang lokal saja masih banyak, mestinya diberikan prioritas yang domestik dulu,” kata Jokowi usai meresmikan Plaza Seremoni Sumbu Kebangsaan IKN, Rabu (14/8).

Jokowi kemudian kembali menegaskan tidak semua investor diberikan kesempatan untuk menanamkan modal di IKN. Pemerintah menurutnya terus melakukan seleksi terhadap investor yang mau masuk.

“Diseleksi 10 langsung mulai, ngantre mereka ngantre, hanya perlu seleksi, kan tidak semua diberikan kesempatan untuk masuk ke sini,” imbuhnya.

3. UU Cipta Kerja Ancam Kesejahteraan Buruh
Jokowi juga mewariskan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja) yang menggantikan UU Cipta Kerja yang telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 pada November 2021. Perppu ini kerap dikecam buruh karena mengancam kesejahteraan mereka.
Ada sejumlah poin yang diprotes buruh dalam beleid itu termasuk konsep upah minimum. Berdasarkan aturan tersebut, formula penetapan upah minimum bisa diubah dalam keadaan tertentu.

“Dalam keadaan tertentu pemerintah dapat menetapkan formula penghitungan upah minimum yang berbeda dengan formula penghitungan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88D ayat 2,” bunyi pasal 88F Perppu Cipta Kerja.

Berdasarkan ketentuan pasal 88D perppu tersebut, upah minimum dihitung dengan menggunakan formula penghitungan upah minimum yang mempertimbangkan variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu.

Sementara itu, di dalam UU Ketenagakerjaan tidak menyebutkan unsur indeks tertentu dalam formula penentuan upah minimum.

“Pemerintah menetapkan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf a berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi,” bunyi pasal 88 ayat 4 UU Ketenagakerjaan.

Sementara Pasal 88C menyebut gubernur wajib menetapkan upah minimum provinsi (UMP) dan dapat menetapkan upah minimum kabupaten/kota (UMK). Penetapan UMK dilakukan dalam hal hasil penghitungan UMK lebih tinggi dari UMP.

“Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan,” bunyi pasal 88C ayat 4.

Partai Buruh dan organisasi serikat buruh menolak isi Perppu 2/2022 terutama sejumlah pasal tentang upah minimum. Presiden Partai Buruh Said Iqbal merinci sejumlah pasal yang ditolak oleh buruh. Pertama, pasal tentang upah minimum kabupaten/kota menggunakan istilah dapat ditetapkan oleh gubernur.

“Itu sama dengan UU Cipta Kerja. Bahasa hukum dapat berarti bisa ada bisa tidak, tergantung gubernur. Usulan buruh adalah redaksinya gubernur menetapkan upah minimum kabupaten/kota,” kata Iqbal dalam keterangannya, Minggu (1/1).

Kedua, buruh menolak formula kenaikan upah minimum berdasarkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu. Buruh menolak menggunakan indeks tertentu dan berpendapat hal itu seperti memberikan mandat kosong kepada pemerintah.

“Sehingga bisa seenaknya mengubah-ubah aturan. Permasalahan lain terkait dengan pengupahan, perppu juga menegaskan hilangnya upah minimum sektoral,” tegasnya.

4. Industri manufaktur loyo
Kinerja sektor manufaktur Indonesia memble belakangan ini. Mengutip rilis S&P Global, Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia untuk Juli 2024 hanya 49,3, turun dibandingkan Juni 2024 yang berada pada angka 50,7. Pelemahan kinerja itu pun menjadi perhatian Jokowi.

Memang, Indonesia tak sendiri. PMI negara tetangga kata Jokowi juga mengalami masalah sama.

Jokowi sebenarnya sudah punya kecurigaan mengenai penyebab masalah itu; banjir impor dan pelemahan permintaan domestik.

“Betul-betul dilihat kenapa permintaan domestik melemah, bisa karena beban impor, bahan baku yang tinggi karena fluktuasi rupiah atau adanya juga serangan produk-produk impor yang masuk ke dalam negara kita,” kata Jokowi saat membuka sidang kabinet paripurna perdana di IKN pada Senin (12/8).

Ia pun ingin para menteri Kabinet Indonesia Maju mencari tahu penyebab sebenarnya sehingga kinerja manufaktur bisa kembali dibangkitkan.

“Saya ingin dicari betul penyebab utamanya dan segera diantisipasi karena penurunan PMI ini saya lihat sudah terjadi sejak empat bulan terakhir,” ujarnya.

5. Kelas menengah turun
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk kelas menengah di Indonesia mencapai 47,85 juta orang pada 2024, turun dibandingkan 2023 yang mencapai 48,27 juta orang..

Plt Kepala BPS Amalia Adininggar mengatakan penyebab utama turunnya kelas menengah tahun ini adalah pandemi Covid-19. Tercermin dari data yang dimiliki, penurunan jumlah penduduk kelas menengah berkurang sejak 2019.

Menurutnya, efek pandemi pada 2020 lalu masih terasa sampai saat ini, terutama kepada perekonomian. Masyarakat kelas menengah pun turut merasakan dampaknya.

“Kan tadi sudah dilihat dari 2014 ke 2019 kan naik (kelas menengah) dari 41 persen jadi 53 persen. Setelah pandemi, dia turun bertahap, itu yang saya tadi bilang, ada long covid buat perekonomian,” ujarnya dalam konferensi pers, Jumat (30/8).

Wakil Menteri Keuangan II Thomas Djiwandono pun mengatakan persoalan kelas menengah bakal menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi pemerintahan Subianto.

“Ini memang menjadi hal yang harus dicermati betul. Saya rasa ini menjadi PR kepada pemerintahan Pak Prabowo, bagaimana kita mencari solusi-solusi jangka panjang untuk kembali ke level pra pandemi,” katanya dalam media gathering Kementerian Keuangan di Anyer, Banten, Rabu (25/9).

Keponakan Prabowo itu mengatakan persoalan jumlah kelas menengah turun lantaran saat pandemi covid-19 banyak orang yang kehilangan pekerjaan. Ia menilai penurunan kelas menengah bukan karena kebijakan pemerintah yang salah.

“Jangan dianggap bahwa ada kebijakan-kebijakan tertentu yang kurang terus kita tiba-tiba kelas menengah turun terus. Ada konteksnya,” katanya.

Ia mengatakan masalah kelas menengah menjadi fokus Kemenkeu. Badan Kebijakan Fiskal (BKF) katanya tengah mencari solusi agar kelas menengah bisa tumbuh usai pandemi covid-19.

“Kalau di BKF istilahnya scarring effect dari pandemi. Sekarang bagaimana scaring effect itu kita setop. Itu perlu pendalaman yang lebih mendalam karena kita tahu kelas menengah butuh perhatian khusus,” imbuhnya.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *