Perhelatan Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh-SUMUT semakin mendekati akhir, meninggalkan jejak beragam emosi bagi para atlet. Beberapa merayakan keberhasilan luar biasa, sementara yang lain merasakan kekecewaan karena gagal meraih medali. Momen ini bukan hanya soal olahraga, tetapi juga tentang semangat dan harapan.
Pengamat politik dari Universitas Abulyatama Aceh, Usman Lamreung mengatakan, Aceh sebagai tuan rumah, memiliki tanggung jawab besar untuk menyukseskan PON XXI. Sejak jauh-jauh hari, persiapan dilakukan meski terdapat berbagai kendala. Sarana dan prasarana yang terbatas, ditambah kondisi keuangan yang defisit pasca-pandemi, mengharuskan setiap anggaran dipakai dengan efisien. Meskipun ada tantangan, upaya untuk mempersiapkan venue tetap dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Dalam proses pembangunan, lambatnya kebijakan terkait kepastian fasilitas menjadi salah satu tantangan. Banyak pihak menunggu keputusan yang tak kunjung tiba, membuat beberapa venue mengalami keterlambatan. Namun, Aceh berhasil menyelesaikan rehab sebagian besar fasilitas sesuai standar yang ditetapkan, meski ada beberapa yang belum rampung dan akan dilanjutkan setelah PON berakhir.
Keberhasilan Aceh sebagai tuan rumah juga terwujud dalam sambutan hangat kepada para tamu. Keindahan budaya dan kuliner Aceh menambah daya tarik tersendiri. Keramahan masyarakat Aceh, yang dikenal dengan istilah Peumulia Jame, membuat atlet dan pengunjung merasa diterima dan aman. Ini adalah salah satu nilai plus yang menunjukkan bahwa Aceh siap menjadi tuan rumah yang baik.
Di balik kesuksesan, terdapat tantangan yang harus dihadapi. Distribusi makanan yang terlambat menjadi salah satu masalah utama yang mengundang keluhan dari atlet. Situasi ini menarik perhatian pihak berwenang, termasuk BPKP, untuk melakukan audit dan memastikan tidak ada indikasi penyimpangan. Kejadian ini perlu menjadi pembelajaran agar tidak terulang di masa mendatang.
Tidak hanya masalah makanan, tetapi juga terdapat isu lain yang mengganggu kelancaran acara. Beberapa venue mengalami kerusakan, seperti talang air yang roboh akibat hujan deras. Hal ini memaksa panitia untuk menggeser jadwal beberapa cabang olahraga, menimbulkan ketidakpuasan di kalangan peserta. Audit terhadap pembangunan venue pun menjadi sangat penting untuk memastikan bahwa semua berjalan sesuai kontrak.
Selanjutnya, permasalahan yang melibatkan dewan juri atau wasit juga menciptakan kekecewaan. Penilaian yang tidak konsisten sering kali merugikan atlet dan membingungkan penonton. Ini menjadi pekerjaan rumah bagi KONI untuk melakukan evaluasi mendalam dan memperbaiki sistem di masa mendatang.
Di tengah semua tantangan, prestasi Aceh patut diacungi jempol. Dengan posisi saat ini di lima besar, Aceh telah melampaui target awal yang ditetapkan. Keberhasilan ini tidak hanya menunjukkan kemampuan atlet, tetapi juga komitmen semua pihak yang terlibat. Untuk mempertahankan prestasi ini, dukungan berkelanjutan dari pemerintah dan KONI sangat dibutuhkan.
Terakhir, kesejahteraan atlet juga harus menjadi prioritas. Selain bonus, dukungan untuk pembinaan jangka panjang perlu menjadi fokus agar prestasi yang diraih tidak hanya menjadi momen sesaat. Dengan perhatian serius, diharapkan atlet Aceh dapat terus berprestasi dalam event-event besar selanjutnya, membawa harum nama daerah di pentas nasional.
PON XXI Aceh-SUMUT adalah pelajaran berharga bagi semua pihak. Dengan segala keberhasilan dan tantangan, perhelatan ini menjadi cermin bagi Aceh untuk terus berkembang, beradaptasi, dan berkomitmen dalam dunia olahraga.