Larangan Jilbab di RS Medistra; MUI Sebut Pelanggaran Konstitusi 

banner 120x600

GoAtjeh.com, Jakarta — Terkait Dugaan larangan penggunaan jilbab bagi karyawan Rumah Sakit (RS) Medistra, Jakarta Selatan telah membangkitkan reaksi Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah KH Cholil Nafis, larangan jilbab pelanggaran terhadap Pacalisila.

Atas larangan tersebut KH Cholil Nafis meminta kasus dugaan pelarangan jilbab di RS Medistra  untuk diusut tuntas oleh pihak berwajib.

“Oleh karena itu, kita berharap dan meminta pihak berwajib diusut. Harus ditegaskan tidak boleh ada diskriminasi,” kata Kiai Cholil, Senin (2/9/2024).
Kiai Cholil menjelaskan, Indonesia adalah negara yang demokratis dan sudah merdeka. Dalam konstitusinya, memberikan kebebasan kepada warga negara untuk menjalankan agamanya masing-masing, lansir MUIDigital.
Kiai Cholil menerangkan, dalam Pancasila, sila pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, apabila ada yang melarang untuk menjalankan ajaran agamanya merupakan pelanggaran terhadap konstitusi.
“Melanggar pola pikir kita dalam berbangsa dan bernegara. Kita sepakat, kita hidup bersama dan berdampingan, memberikan toleransi terhadap umat beragama,” ungkapnya.
Kiai Cholil juga menduga ada lembaga atau institusi lain yang melakukan diskriminasi untuk menjalankan ajaran agamanya. Apabila ditemukan, Kiai Cholil menegaskan, tindakan tersebut harus dituntut secara hukum.
“Saya sedang tidak berdebat apakah jilbab itu wajib atau tidak. Saya tidak berdebat keyakinan untuk berjilbab atau tidak, tapi kami MUI mengatakan wajib berhijab bagi Muslimah,” tuturnya.
Kiai Cholil menekankan, umat Islam dijamin kleh konstitusi dan undang-undang untuk menjalankan ajaran agamanya.
“Itulah yang kami tuntut. Kesetaraan dan kedaulatan di antara kita. Apalagi kita secara jumlah umat Muslim terbesar di Indonesia. Maka aneh kalau ada institusi yang melarang untuk menjalankan ajaran dan keyakinan agamanya,” tegasnya.
Kiai Cholil berharap, kejadian di Rumah Sakit Medistra tersebut menjadi sebuah pelajaran untuk tidak ada diskriminasi.
“Ayo sama-sama kita bangun kesepakatan berbangsa dan bernegara. Bebas memilih agama, disaat bersamaan, kita dijamin negara untuk menjalankan keyakinan dan ajaran agama kita masing-masing,” tutupnya.
Sementara itu, Direktur Rumah Sakit Medistra Dr Agung Budisatria menyampaikan permohonan maaf atas beredarnya kabar tersebut.
“Kami mohon maaf atas ketidaknyamanan yang ditimbulkan akibat isu diskriminasi yang dialami oleh salah seorang kandidat tenaga kesehatan dalam proses rekrutmen,” kata Agung dalam keterangannya.
Agung menambahkan, hal tersebut kini tengah dalam penanganan manajemen Rumah Sakit Medistra.
“Rumah Sakit Medistra inklusif dan terbuka bagi siapa saja yang mau bekerja sama untuk menghadirkan layanan kesehatan terbaik bagi masyarakat,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Agung menyampaikan, ke depan pihaknya akan terus melakukan proses kontrol ketat terhadap proses rekrutmen ataupun komunikasi. “Sehingga pesan yang kami sampaikan dapat dipahami dengan baik oleh semua pihak,” ujarnya.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *