Nazar, yang pernah menjabat sebagai Wakil Gubernur Aceh pada periode 2007-2012, menilai pentingnya memberikan kebebasan kepada masyarakat Aceh dalam memilih calon pemimpinnya. Menurutnya, masyarakat harus memiliki lebih dari dua opsi untuk memilih pemimpin mereka.
“Kalau kedua calon yang telah mendaftarkan diri itu kedua-duanya sangat hebat, sangat mampu, sangat berpengalaman, itu tidak masalah,” kata Nazar.
Dalam potongan video yang dikutip pada Sabtu (31/8/2024), Nazar mengungkapkan ketidaksetujuannya jika Pilgub Aceh hanya dihadapkan pada dua kandidat. “Kecuali kedua-duanya adalah yang terbaik yang telah diketahui oleh umum. Tetapi ini kan masih kontroversi,” ucapnya.
Sebagai figur yang pernah dikenal sebagai penggerak referendum Aceh itu, mengajak seluruh pendukungnya untuk tetap berkomitmen dan aktif mensosialisasikan niatnya untuk maju, meskipun banyak kekuatan politik yang telah mengalir ke pihak lain. “Biarkan saja,” kata Nazar dengan penuh keyakinan.
Menurut Nazar, dia bersama sejumlah penasihat hukum dan tokoh masyarakat akan menggugat agar pendafaran cagub Aceh kembali dibuka, khususnya untuk jalur independen. Karena, kata dia, hal ini masih memungkinkan karena sewaktu pendaftaran di awal Mei ada penyelenggara pilkada yang belum beres, yaitu Panwaslih, sehingga tidak sah secara hukum.
Dia juga mengaku telah menemui kandidat Muzakir Manaf atau Mualem untuk menyatakan maksudnya tersebut. Dalam pertemuan itu, kata Nazar, dia tidak menyatakan dukungan kepada siapa pun.
Kepada Mualem, kata dia, disampaikan, bahwa pilkada Aceh idealnya setidaknya harus ada tiga kandidat. “Dulu saya menyatakan ingin mendaftar justeru agar tidak terjadi kosong, akhirnya dua kandidat,” kata Nazar.
Ia meminta dukungan rakyat Aceh untuk melakukan gugatan ke MK agar tetap bisa maju. “Rencong dan Siwah tidak pernah kita sarungkan, hingga kita mencapai tujuan untuk memenangkan rakyat membangun Aceh maju, mulia, dan berperadaban,” tuturnya di awal.
Pada bagian akhir pernyataannya, Nazar meminta semua pihak agar melaksanakan substansi demokrasi, termasuk KPU dan juga butuh perhatian pemerintah, termasuk presiden maupun presiden terpilih.
“Ini penting jangan sampai gelagat konflik yang sekarang terbuka di Aceh jadi kenyataan. Masyarakat harus diberi kesempatan memiliki pemimpin yg mereka nilai sendiri,” ucapnya.
Nazar juga mengingatkan untuk tetap berada dalam koridor Undang-undang Nomor 11/2006 dalam pelaksanaan pilgub dan bupati/walikota. “Tidak boleh disimpangkan,” ujarnya.
Sejauh ini, sambungnya, sudah terjadi beberapa kali pelanggaran Undang-undang tersebut. Pertama, meniadakan wagub selama empat tahun pada masa kepemimpinan Nova Iriansyah sebagai gubernur. Penyimpangan kedua, pergeseran jadwal pilkada tahun 2022. “Jangan sampai kita kalah lagi dengan ketersediaan jalur independen,” tandasnya.
Karena itu, ia mengajak masyarakat Aceh untuk bangkit mengawal proses pelaksanaan pilkada 2024. “Mohon dukungan saudara dan doanya. Berbagai bentuk dukungan saya butuhkan. Salam kemenangan,” tutup Nazar.[]