BANDA ACEH — Penanews.co.id — Tragedi yang menyayat hati menimpa seorang anak perempuan berusia 4 tahun bernama Raya, warga Kampung Padangenyang, Desa Cianaga, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Putri pasangan Udin (32) dan Endah (38) itu meninggal dunia akibat kondisi cacingan akut yang diduga disebabkan oleh lingkungan tempat tinggalnya yang tidak layak.
Keluarga Raya tinggal di sebuah rumah panggung sederhana yang bagian bawahnya dijadikan kandang ayam. Lingkungan yang kotor dan penuh kotoran hewan diyakini menjadi sumber infeksi cacing yang akhirnya merenggut nyawa sang bocah.
Raya ditemukan oleh tim pegiat sosial Iin atau @rumah_teduh_sahabat_iin, pada 13 Juli 2025. Kondisi Raya saat itu sudah tidak sadar dan langsung dibawa ke RS.
Ibunya—yang kurang baik secara mental itu—menjawab tidak ada uang saat ditanya mengapa tidak membawa Raya ke RS.
Tim relawan yang dipimpin Iin telah berusaha mencari bantuan ke berbagai pihak—dioper-oper oleh Dinas Sosial (Dinsos) Kota Sukabumi, Dinsos Kabupaten Sukabumi, Dinas Kesehatan Sukabumi, bahkan ke lembaga zakat besar di Sukabumi, hasilnya Nihil.
Setelah sembilan hari berjuang, Raya akhirnya meninggal dunia pada 22 Juli 2025. Seluruh biaya pengobatan dan pemulasaraan jenazah, yang mencapai Rp23 juta, akhirnya ditanggung penuh oleh tim relawan Iin.
Padahal, Iin telah menunjukkan video cacing gelang sepanjang 15 cm ditarik keluar dari hidung Raya, dengan kondisi cacing itu hidup.
Selain itu, ratusan cacing dikeluarkan dari kemaluan dan anus Raya, dan sebagian besar cacing masih hidup. Setidaknya cacing-cacing yang dikeluarkan dari tubuh Raya beratnya sudah 1 kg.
Hasil CT Scan juga menunjukkan cacing dan telurnya telah ada di bagian otak Raya.
Ortu Disebut ODGJ
Raya saat ditemukan oleh pegiat sosial Iin. Foto: Instagram/ @rumah_teduh_sahabat_iin
Kepala Desa Cianaga, Wardi Sutandi, menyebut bahwa kedua orang tua Raya merupakan ODGJ atau Orang dengan Gangguan Jiwa.
Itulah mengapa keluarga tersebut tidak tercatat dalam administrasi kependudukan (adminduk), tidak memiliki Kartu Keluarga (KK) atau pun KTP, sehingga pembuatan BPJS menjadi terkendala.
“Udin dan Endah mengalami disabilitas mental. Mereka menikah di bawah tangan,” kata Wardi kepada wartawan, Selasa (19/8).
“Udin ini kalau melihat banyak orang, langsung kabur. Makanya pembuatan adminduk terkendala karena orangnya kabur,” ujarnya.
Menurut Wardi, KK keluarga tersebut itu terbit pada Selasa siang (16/7), sedangkan anak itu meninggal pada malamnya.
Raya memiliki kakak perempuan, Risna (6), namun Wardi belum mengetahui kondisi kesehatannya.
Penjelasan RS
Tim Rumah Teduh Sahabat Iin membawa jenazah Raya. Foto: Instagram/ @rumah_teduh_sahabat_iin
Sebelum tewas, Raya sempat dirawat di rumah sakit. Pihak RSUD R Syamsudin SH Kota Sukabumi membenarkan Raya sempat dirawat sebelum akhirnya meninggal.
“Almarhum dibawa sama keluarga dan dari tim Rumah Teduh menggunakan ambulans ke rumah sakit tanggal 13 Juli yang lalu sekitar pukul 8 malam,” ujar ketua tim penanganan keluhan dan humas RSUD R Syamsudin SH, Irfan Nugraha, kepada wartawan, Selasa (19/8).
Menurut dia, Raya datang ke rumah sakit dengan kondisi yang sudah tidak sadar. Dari keterangan yang diperoleh, Raya tidak sadar sejak 12 Juli dengan gejala awalnya mengalami demam, batuk dan pilek.
“Akhirnya dokter yang memeriksa menduga tidak sadarnya itu karena meningitis TB, biasanya ini infeksi atau komplikasi akibat TB Paru,” kata Irfan.
Selanjutnya Raya menjalani observasi lalu keluar cacing dari hidungnya.
”Di sini kita menduga kemungkinan tidak sadarkan antara dua, ada faktor risiko tertular dari TBC ada faktor juga karena infeksi si cacingnya. Cacingnya cacing gelang nama medisnya ascaris,” katanya.
Selain tidak sadarkan diri, tensinya Raya tidak stabil. Setelah dikonsultasikan ke dokter spesialis, Raya akhirnya dirawat di PICU.
“Dirawatnya itu kira-kiranya 9 hari sampai dengan meninggalnya tanggal 22 Juli jam 14.24. [Meninggalnya] dalam perawatan,” ujarnya.
Tim Rumah Teduh Sahabat Iin membawa jenazah Raya. Foto: Instagram/ @rumah_teduh_sahabat_iin
Irfan menyatakan, kasus cacingan yang dialami pada Raya tidak biasa. Sebab cacing yang ada di tubuhnya berukuran besar.
”Semestinya sudah ketahuan sebelumnya, tapi saya enggak tahu apa yang terjadi sebelumnya. Jadi kalau untuk tipe cacingnya cacing gelang dan habitatnya di tanah biasanya manusia dalam hal ini bisa anak bisa dewasa tertular karena terinfeksi atau masuk secara tidak sengaja telur cacingnya. Telurnya ini bisa hinggap di makanan atau minuman secara tidak disadari termakan masuk ke saluran cerna,” kata Irfan.
Irfan mengatakan kemungkinan lain yang menyebabkan Raya terinfeksi cacing, karena rumahnya itu model rumah panggung yang di bawahnya tanah.
Kemungkinannya, di saat Raya main di tanah, terdapat telur cacing yang tersentuh kemudian tangannya masuk ke mulut.
Selanjutnya yang tertelan itu sekitar dua atau tiga minggu bisa menetas di dalam usus. Tapi sebelum menjadi cacing dewasa, itu ada fase larva.
“Fase larva inilah yang bisa menyebar lewat pembuluh darah secara hematogen kita menyebutnya ke paru-paru ke ginjal dan terburuknya ke otak,” ujarnya.
Sehingga dalam kasus yang dialami Raya, larva cacing sudah menyebar ke otak serta paru-paru.
“Dalam hal ini memang sudah menjalar ke otak dan ke paru-paru, karena kalau tidak sadar dan tiba-tiba keluar dari hidung artinya cacingnya sudah hinggap di saluran napas atau saluran cerna dan merambat ke atas,” imbuhnya.
Dia menyatakan cacing yang tumbuh di dalam tubuh Raya sudah begitu banyak. Karena selain keluar melalui hidung, cacing juga keluar ketika Raya BAB.
RS Bantu Keringanan Biaya
Ibunda dari Raya. Foto: Instagram/ @rumah_teduh_sahabat_iin
Irfan membenarkan orang tua dan Raya tidak memiliki administrasi kependudukan seperti Kartu Keluarga dan lainnya. Kondisi itulah yang menyulitkan dalam mengurus BPJS. Sementara waktu yang diberikan hanya 3×24 jam. Sehingga pada akhirnya biaya perawatan mesti dibayar tunai.
Kendati demikian, dari rumah sakit memberikan keringanan soal biaya tersebut. Kini biaya perawatan itu sudah diselesaikan.
”Memang ada kendala terkait nomor kependudukan, jadi dalam hal ini gagal untuk diaktivasi BPJS-nya, karena melewati batas waktu yang ditentukan 3×24 jam. Pada akhirnya tunai dan disanggupi sampai dengan akhir tetap dipertanggungjawabkan oleh Rumah Teduh,” katanya.
“Informasi yang saya dapat pembiayaannya telah selesai, dari rumah sakit sendiri memang memberikan keringanan. Untuk nominal keringanan berapa serta nominal akhir berapa, kami tidak mempunyai kewenangan untuk membuka data itu, karena sangkut pautnya dengan rekam medis juga dan data-data itu privasi dari keluarga,” ujarnya.
Kekecewaan Dedi Mulyadi dan Ancaman Sanksi
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi saat Program Info A1 kumparan di Jakarta, Kamis (31/7/2025). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Gubernur Jabar Dedi Mulyadi menyatakan prihatin dan kecewa atas meninggalnya Raya.
“Saya menyampaikan prihatin dan rasa kecewa yang sangat dalam serta permohonan maaf atas meninggalnya seorang balita berusia 3 tahun dan dalam tubuhnya dipenuhi cacing,” kata Dedi, dikutip pada Selasa (19/8).
Dedi pun telah menelepon dokter yang menangani Raya, dan mendapat penjelasan bahwa Raya telah mengalami cacingan akut.
“Ibunya mengalami gangguan kejiwaan atau ODGJ. Dia (Raya) sering dirawat oleh neneknya, dan bapaknya mengalami penyakit paru-paru, TBC,” ujar Pria yang akrab disapa Kang Dedi Mulyadi (KDM).
KDM melanjutkan, “Dan dia sejak balita terbiasa di kolong rumah, dan di kolong rumah itu bersatu dengan ayam dan kotoran, sehingga dimungkinkan dia seringkali tangannya tidak pernah dicuci kemudian mulutnya kemasukan cacing sehingga menimbulkan cacingan yang akut.”
Ia pun menyerukan bagi ketua tim penggerak PKK, kepala desa, hingga bidan desa bahwa ia akan memberikan sanksi.
“Dimungkinkan saya akan memberikan sanksi bagi desa tersebut karena fungsi-fungsi pokok-pokok pergerakan PKK-nya tidak jalan, fungsi posyandunya tidak berjalan, dan fungsi kebidanannya tidak berjalan,” ujar KDM.
Dedi menyebut mengirimkan tim untuk mengangkut seluruh keluarga Raya agar dirawat karena menderita penyakit TBC.
“Ini perhatian bagi kita semua, seluruh aparat pemerintahan untuk senantiasa dalam setiap hari kroscek terhadap apa yang terjadi dalam lingkungan. Jangan abai,” kata kang Dedi.
Panggil Kades
Kepala Desa Cianaga, Sukabumi, Wardi Sutandi. Foto: Dok. Istimewa
Dedi juga memanggil Kepala Desa Cianaga, Wardi Sutandi. Pemanggilan itu diakui oleh Wardi. Ia diminta ke Gedung Pakuan, rumah dinas Gubernur Jabar di Kota Bandung, Rabu (20/8).
“Tadi sekitar jam 10-an saya dihubungi staf Pak KDM, nelepon saya. Saya besok harus menghadap KDM jam 7.30 harus sudah ada di Gedung Pakuan dengan keluarga korban,” kata Wardi kepada wartawan, Selasa (19/8).
“Saya siap meluncur, nanti akan berangkat habis magrib,” ujar Wardi.
Tunda Bantuan Desa Cianaga
Dedi Mulyadi menunda bantuan Desa Cianaga sebagai sanksi atas tewasnya Raya.
“Saya tunda bantuan desanya karena desanya tidak mampu mengurus warganya,” kata Gubernur yang akrab disapa Kang Dedi Mulyadi atau KDM itu dalam sambutan Rapat Paripurna DPRD Jabar di Bandung (19/08).
Dedi menilai perangkat desa telah lalai dan tidak dapat membangun empati.
“Betapa kita gagap dan betapa kita lalai kenapa perangkat birokrasi yang tersusun sampai tingkat RT Ternyata tidak bisa membangun empati,” ujar Dedi.[]
Sumber Kumparan News