Kisah Paulus Paskibraka Nasional, Jual Prabot Rumah untuk Biaya ke Jakarta, Kesbangpol cuma Bantu Segini

banner 120x600

JAKARTA — Penanews.co.id — Salah satu kisah inspiratif datang dari peserta Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) tingkat nasional asal Nusa Tenggara Timur (NTT). Adalah Paulus Gregorius Afrizal, yang merasa bangga dapat mengharumkan nama daerahnya di panggung nasional.

Afrizal, yang kini tengah menempuh pendidikan di kelas XI SMA Katolik Frateran (Smater) Maumere, Kabupaten Sikka, NTT, membagikan pengalamannya selama mengikuti proses seleksi dan pelatihan.

Go Atjeh Go Atjeh Go Atjeh

Menurutnya, masa-masa latihan bukan sekadar rutinitas fisik, melainkan menjadi momen berharga yang membentuk kedisiplinan, semangat, dan tanggung jawab sebagai generasi muda Indonesia.

“Latihannya tiap hari kami cukup konsisten dan juga kami jaga kesehatan agar upacara berjalan lancar,” katanya, dilansir dari laman resmi Presiden RI pada Senin, (18/8/2025).

Atlet yang juga jual jagung bakar

Dalam kesehariannya, Paulus membantu ekonomi keluarga dengan berdagang jagung bakar pada akhir pekan, sembari tetap membagi waktu untuk sekolah dan berlatih karate.

“Saya ingin meringankan beban orangtua saya. Jadi saya menyisihkan waktu untuk berjualan, latihan, dan tetap sekolah. Saya juga seorang atlet karate,” ujarnya.

Sementara sang ibu, Magdalena Juliana (40), sangat bangga akan pencapaian putranya.

Selama proses seleksi ia menceritakan bahwa putranya mendapat bantuan dari berbagai pihak selama mengikuti seleksi.

Afril, sapaan akrabnya, terlahir dari keluarga sederhana. Ia anak pertama dari enam bersaudara.

Jual Prabot karena tak punya biaya untuk ke Jakarta

Juliana mengaku sempat kebingungan soal biaya Paulus yang hendak berangkat ke Jakarta untuk mengikuti seleksi di tingkat nasional.

“Setelah lolos provinsi, saya bingung biaya untuk ke nasional. Ada satu kali medical check up yang harus diulang di Maumere. Biayanya Rp 175.000, sementara kami tidak punya uang sama sekali,” katanya.

Juliana tak ingin mengecewakan putranya. Ia tetap mengusahakan biaya tersebut dengan menjual perabotan rumah tangga.

“Malam itu saya bilang ke Afril, ‘Kita tidak punya lagi apa-apa yang bisa dijual. Biar mama jual kompor saja’. Besok paginya saya antar dia ke sekolah, lalu saya ke teman untuk menawarkan kompor,” katanya.

Akhirnya, Juliana mendapatkan pinjaman uang. Belum selesai sampai di situ, Juliana juga sempat menggadaikan ponsel milik adik Afril.

“Waktu mau berangkat ke Kupang, kami hanya punya bantuan Rp 500.000 dari Kesbangpol Kabupaten Sikka, tapi itu tidak cukup. Saya terpaksa pinjam uang lagi dan menggadai HP adik Afril, yang penting bisa sampai Kupang,” ujar dia.

Sosok Afril Saat ini, Afril duduk di kelas XI Sekolah Menengah Atas Katolik Frateran (Smater) Maumere, Kabupaten Sikka, NTT.

Walau begitu, Afril selalu membantu sang ibu saat berjualan bakso pentol hingga jagung bakar.

“Selain dia (Afril) membantu saya di rumah, dia juga membantu saya mencari maksudnya untuk kebutuhan sehari-hari di rumah toh,” kata Juliana.

Afril pun mencari uang tambahan untuk keluarga dengan menjadi tukang ojek setelah pulang sekolah.

Rangking lima besar di Sekolah

Di sekolah, Afril merupakan anak yang pintar. Dia selalu mendapat peringkat atau rangking di kelasnya bahkan masuk dalam lima besar.

“Setiap hari Sabtu itu kan mereka eskulnya (ekstra kulikuler) bahasa Jerman. Terus setiap sore setiap hari setelah pulang sekolah dia istirahat di rumah sebentar, lalu dia menyelesaikan pekerjaan rumah seperti masak, beres rumah, itu baru dia pergi karate,” ujar dia.

Sumber  Kompas.com 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *