Sutradara James Cameron; Bahaya Nyata AI Masa Kini Seperti Terminator

banner 120x600

BANDA ACEH — Penanews.co.id — Sutradara legendaris James Cameron akhirnya buka suara mengenai kekhawatirannya terhadap kemajuan pesat teknologi kecerdasan buatan (AI), terutama dalam konteks militer.

Mengutip Daily Galaxy, dalam sebuah wawancara Cameron dengan CTV News, ia mengaitkan kondisi saat ini dengan skenario mengerikan yang pernah ia gambarkan dalam film klasiknya, Terminator, yang dirilis pada tahun 1984.

Go Atjeh Go Atjeh Go Atjeh

Saat itu, Terminator dianggap murni sebagai fiksi ilmiah—kisah tentang sistem AI bernama Skynet yang menjadi sadar diri dan meluncurkan perang nuklir terhadap umat manusia. Namun kini, Cameron melihat semakin banyak kemiripan antara fiksi tersebut dan realitas yang sedang berkembang.

“Saya sudah memberikan peringatan sejak 1984, tapi tak ada yang benar-benar mendengarkan,” ujarnya, menyuarakan keprihatinan mendalam soal arah penggunaan AI di bidang persenjataan.

Peringatan Cameron bukan sekadar retorika Hollywood. Ia menyoroti ancaman nyata dari AI yang dipersenjatai, dan menekankan betapa cepatnya teknologi ini bergerak menuju otonomi penuh—kemampuan menyerang target tanpa keterlibatan manusia. Hal ini mencerminkan kekhawatiran yang juga dirasakan oleh banyak pakar militer dan peneliti.

Laporan dari Institut Penelitian Perlucutan Senjata PBB (UNIDIR) pada tahun 2023 memperkuat kekhawatiran ini. Studi tersebut menunjukkan adanya tren global yang mengarah pada pengembangan Sistem Senjata Otonom Mematikan (LAWS), yang kini tengah dikembangkan secara aktif di sedikitnya sembilan negara. Tanpa regulasi ketat, sistem ini bisa menjadi pemicu munculnya perlombaan senjata global, terutama di antara kekuatan militer besar.

Cameron menegaskan bahwa peringatan dalam Terminator bukan lagi sekadar cerita menegangkan di layar lebar—melainkan bisa menjadi bayangan suram dari masa depan, jika dunia tak segera bertindak untuk mengendalikan perkembangan AI militer.

Jika kita tidak membangunnya, orang lain akan melakukannya, ” ia memperingatkan—sebuah logika yang secara historis telah menyebabkan eskalasi berbahaya dalam pengembangan senjata.

Senjata Otonom Sudah Ada—Dan Belum Diatur Sepenuhnya

Kekhawatiran Cameron bukanlah hipotesis. Pada tahun 2020, sebuah laporan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengungkapkan bahwa drone otonom mungkin telah menargetkan kombatan di Libya tanpa arahan manusia —menandai salah satu contoh nyata pertama penggunaan AI dalam aksi mematikan. Meskipun laporan tersebut masih dalam tahap analisis, laporan tersebut telah memicu diskusi serius dalam lingkaran kebijakan pertahanan dan hukum humaniter.

Meskipun seruan untuk regulasi semakin meningkat, kemajuannya masih lambat. Perundingan yang dipimpin oleh Konvensi Senjata Konvensional Tertentu (CCW) gagal menghasilkan perjanjian internasional yang mengikat tentang senjata otonom. Kurangnya konsensus sebagian besar disebabkan oleh persaingan geopolitik dan kepentingan komersial di sektor teknologi pertahanan.

Cameron berpendapat bahwa celah regulasi inilah yang justru menjadi sumber bahayanya. ” Kita bisa saja menciptakan alat penghancur diri kita sendiri, ” ujarnya, seraya mendesak pemerintah dunia untuk menetapkan batasan etika yang tegas sebelum teknologi semacam itu menjadi hal yang lazim.

Hollywood dan AI: Kreativitas vs. Komputasi

Meskipun Cameron mengungkapkan kekhawatiran yang mendalam terhadap AI militer, ia mengambil sikap yang lebih terukur terkait dampaknya terhadap film dan penceritaan . Ia tidak yakin AI siap menggantikan penulis manusia—bukan karena tidak dapat meniru gaya, tetapi karena tidak memiliki empati dan intuisi naratif .

“ Mari kita tunggu 20 tahun lagi, ” katanya, “ dan jika AI memenangkan Oscar untuk Skenario Terbaik, maka saya akan menganggapnya serius. ”

Meski begitu, ia mengakui bahwa AI telah mentransformasi berbagai aspek industri. Berbagai alat digunakan dalam efek visual , penyuntingan , dan pra-visualisasi untuk mempercepat linimasa produksi. Perangkat lunak seperti Runway ML , Adobe Sensei , dan Cuebric adalah contoh-contoh AI kreatif yang telah membentuk perfilman modern, terutama dalam desain konsep dan optimasi adegan . Meskipun demikian, Cameron tetap skeptis bahwa penceritaan yang dihasilkan AI akan menjadi dominan.

“Ia dapat mereplikasi strukturnya,” katanya, “tetapi tidak jiwanya.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *