BANDA ACEH — Seorang pria asal Aceh Tamiang, Syahrul Ramadhan (34), meninggal dunia setelah diduga menjadi korban pengeroyokan di Bukit Jambul, Pulau Pinang, Malaysia. Kejadian ini terjadi pada Sabtu (2/8/2025) sekitar pukul 19.00 waktu setempat.
Syahrul, yang berasal dari Kampung Sampaimah, Kecamatan Manyak Payed, Aceh Tamiang, dikabarkan terlibat insiden sebelum aksi kekerasan terjadi.
Menurut Ketua Komuniti Aceh Malaysia (Sabena) Bospon, informasi dari kepolisian setempat menyebutkan kejadian bermula korban diduga mengguncang pagar rumah warga dan memecahkan kaca mobil.
Hal itu memicu kemarahan sejumlah warga setempat hingga berujung pada keributan dan penganiayaan. Pelaku diduga berasal dari berbagai kewarganegaraan yang tinggal di sekitar lokasi kejadian.
“Korban dipukul ramai-ramai oleh orang Burma (Myanmar), orang Indonesia, dan juga orang Malaysia. Dia dipukul di kepala dan dicekik ramai-ramai sampai meninggal dunia,” kata Bospon kepada Serambinews.com, Minggu (3/8/2025).
Ia mengaku, bahwa telah melaporkan peristiwa ini kepada pihak kepolisian Malaysia dan meminta agar para pelaku ditindak secara hukum.
“Jadi siapapun yang terlibat dalam pemukulan ini harus ditindak sesuai undang-undang yang berlaku di Malaysia, itu yang kami tuntut,” ujar Bospon.
Selain itu, laporan juga telah diajukan guna mengurus proses pemulangan jenazah ke kampung halaman korban di Aceh Tamiang.
Saat ini, jenazah masih berada di Hospital Pulau Pinang.
Harus diproses secara transparan
Dikatakan Bospon, saat ini pihaknya juga telah berkoordinasi dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Malaysia untuk mengawal proses kasus ini.
“Pihak kedutaan mengaku bahwa kasusnya akan di proses dengan transparan, tidak ada yang ditutup-tutupi, siapa yang salah harus dihukum,” ucapnya.
Bospon berharap kejadian ini menjadi pelajaran berharga bagi warga Aceh yang ada di Malaysia.
Sebagai perantau, warga Aceh harus mematuhi hukum dan tidak terlibat dalam aktivitas ilegal seperti narkoba atau perjudian.
Ia menekankan pentingnya menjaga ketertiban untuk menghindari kejadian serupa di masa mendatang.
“Jadi hal ini jangan sampai terulang, karena kalau kata orang Aceh (hana mungken na asap menyoe hana apui) enggak mungkin ada asap kalau tidak ada api,” katanya.
“Jadi kami sangat tidak menerima kejadian ini, apalagi sampai menghabiskan nyawa.
Seharusnya perkaranya bisa diselesaikan oleh pihak berwenang,” pungkasnya.[]
Sumber Serambinews.com