JAKARTA — Penanews.co.id – Wakil Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (Wamen P2MI), Christina Aryani mengatakan kasus TPPO seringkali bermula dari pemberangkatan pekerjaan migran secara non-prosedural atau ilegal.
“Jika bicara tentang TPPO, salah satu yang juga kami lakukan adalah bergerak untuk memastikan TPPO ini bisa dicegah,” katanya saat memberikan keterangan pers, usai audiensi dengan Jarnas TPPO dan Menteri Sosial di Jakarta, Selasa (29/7/2025) dikuti laman resmi Kementerian P2MI, Rabu (30/07/2025).
Hal itu, kata dia, yang menjadi temuan lembaganya di lapangan.
Untuk menekan angka TPPO Wamen P2MI menyambut baik upaya pelindungan yang dilakukan Jaringan Nasional Anti Tidak Pidana Perdagangan Orang (Jarnas Anti TPPO), di bawah kepemimpinan Rahayu Saraswati.
“Kami percaya kolaborasi adalah kunci. Untuk itu kami menyambut baik intensi dari Jarnas Anti TPPO, Kementerian Sosial dan Kemenkes yang mencoba menangani bersama-sama, termasuk soal pemulihan. Tentunya kami siap untuk berkolaborasi lebih lanjut,” ungkap Christina .
“Oleh karena itu, kami juga sudah bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk meneguhkan komitmen kami memberantas TPPO. Kami menggandeng tujuh Polda (Kepolisian Daerah) yang wilayahnya terdapat kantong-kantong sering terjadi pemberangkatan ilegal,” tambahnya
Bahkan, lanjut dia, Kementerian P2MI berhasil menyelamatkan 4.822 calon pekerja migran Indonesia dari pemberangkatan ilegal dalam 9 bulan terakhir.
Sementara itu, Menteri Sosial, Syaifullah Yusuf menyebut, kementeriannya siap melayani kebutuhan korban TPPO.
Kemensos, kata dia, telah menangani lebih dari 4.000 korban TPPO selama 2023-2024 bersama KemenP2MI dan Kementerian Kesehatan. Mulai dari rehabilitasi medisnya, rehabilitasi sosialnya sampai ke pemberdayaannya.
“Ke depan, kami akan melibatkan Jarnas AntiTPPO untuk membantu Kemensos melatih sumber daya manusia melayani korban TPPO dengan lebih profesional, karena tantangan penanganan korban selalu berubah,” ungkap Gus Ipul, begitu ia akrab disapa.
Ketua Umum Jarnas Anti TPPO, Rahayu Saraswati mengakui perlunya kolaborasi lintas sektor mencegah terjadinya berbagai modus perdagangan orang.
Ia mengatakan, modus tindak pidana perdagangan orang saat ini sudah berevolusi. Seperti, perdagangan seksual hingga perdagangan bayi sejak dalam kandungan.
“Kami mendukung kolaborasi hexa helix, yang tentunya tidak mungkin hanya pemerintah. Kami sebagai warga negara dan bagian dari masyarakat ingin berkontribusi untuk penanganan korban TPPO,” tambah Sara yang juga legislator Senayan itu[]