TAHERAN — Keikutsertaan Ayatollah Seyyed Ali Khamenei dalam acara peringatan kesyahidan syahidnya imam Syiah ketigamenjadi sorotan utama di Iran.
Kehadirannya di Teheran pada Sabtu (05/08/2025) malam waktu setempat telah menuai pujian luas dari pejabat tinggi dan tokoh politik, yang melihat momen ini sebagai simbol keteguhan bangsa Iran di tengah tekanan asing.
Mengutip laporan kantor berita resmi Iran IRNA, Acara tersebut digelar menyambut hari Asyura, tanggal 10 Muharram dalam kalender Hijriah, yang memperingati perjuangan Imam Husein (as) dan 72 pengikut setianya di Karbala sekitar 14 abad lalu. Momen kehadiran Ayatollah Sayed Ali Khamenei ini memiliki makna mendalam bagi masyarakat Iran, terutama di tengah situasi geopolitik yang menantang.
Ini merupakan penampilan publik pertama Ayatollah Khamenei sejak Israel melancarkan serangan terhadap Iran beberapa waktu lalu. Selama 12 hari konflik, Pemimpin Tertinggi Iran itu tiga kali menyampaikan pesan melalui siaran televisi, mendorong rakyat untuk tetap bersatu dan percaya pada kemenangan Republik Islam atas segala bentuk ancaman.
Kehadirannya dalam peringatan Asyura kali ini semakin mempertegas komitmen Iran untuk menjaga kedaulatan dan melawan segala intervensi asing, sambil menguatkan nilai-nilai perjuangan dan pengorbanan yang diwariskan oleh Imam Husein (as).
Pada upacara hari Sabtu, Pemimpin Besar meminta pembawa pidato penghormatan yang hadir di sana untuk membacakan lagu kebangsaan tentang tanah air, Iran, dan kemakmuran serta perlindungannya terhadap berbagai ancaman.
Presiden Masoud Pezeshkian menanggapi hal ini dalam sebuah unggahan di akun X miliknya, yang disertai foto Ayatollah Khamenei yang sedang duduk di pusat keagamaan Imam Khomeini tempat upacara berkabung hari Sabtu diadakan. Pezeshkian menulis ulang beberapa bagian lagu kebangsaan, yang menggemakan kesetiaan abadi kepada Iran.
Wakil Presiden Pertama Mohammad-Reza Aref menerbitkan video kehadiran Pemimpin pada upacara tersebut di laman Instagram miliknya, dan menyatakan bahwa bangsa Iran tidak akan membiarkan orang-orang yang berprasangka buruk terhadap Iran melanjutkan rencana mereka.
Menteri Luar Negeri Abbas Araqchi membagikan foto kehadiran Ayatollah Khamenei di pusat keagamaan Teheran, dan menggambarkannya sebagai foto terindah yang dilihatnya setelah tiba di Brasil beberapa jam setelah Pemimpin Besar menghadiri upacara tersebut. Dalam pidatonya kepada Pemimpin Besar, Araqchi menulis “bersamamu, seseorang dapat mengarungi lautan.”
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Esmaeil Baqaei juga menulis di X bahwa bulan suci Muharram tahun ini melambangkan kisah epik pelestarian Iran yang telah berusia 1400 tahun, dan bahwa malam menjelang Asyura tahun ini menandai momen persatuan antara Iran dan Islam Syiah.
Mantan wakil presiden Mohammad-Javad Zarif mengatakan bahwa kehadiran Pemimpin yang berani pada upacara berkabung publik menggagalkan kebohongan yang disebarkan oleh para ahli tentara bayaran. Zarif, yang juga mantan menteri luar negeri, menambahkan bahwa Iran tidak akan pernah menyerah, dan karena itu lebih baik berdiri di sisi sejarah yang benar dan menghindari ancaman terhadap Iran.
Mohammad-Ali Abtahi, anggota partai politik reformis, Asosiasi Ulama Pejuang, mengunggah di akun X miliknya bahwa kehadiran dan kemunculan Sang Pemimpin adalah insiden yang paling menenangkan di tengah “permainan pikiran” musuh.
Selama perang agresi Israel, di mana Amerika Serikat terlibat langsung dengan menyerang tiga lokasi nuklir utama Iran, pejabat Israel bersama dengan Presiden AS Donald Trump mengancam akan membunuh Ayatollah Khamenei. Ancaman tersebut menyebabkan kecaman luas, dengan Ayatollah Besar Nasser Makarem Shirazi, salah satu ulama paling senior di Iran,mengeluarkan fatwa (ketetapan agama) yang menyatakan bahwa setiap individu atau rezim yang mengancam kepemimpinan dan otoritas agama Republik Islam bersalah atas moharebeh—istilah dalam yurisprudensi Islam yang berarti berperang melawan Tuhan. []