Terkait Surat Mualem ke Presiden Prabowo Soal Pengembalian Tanah Blang Padang, Begini Respon TNI AD

banner 120x600

JAKARTA — Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad) Brigjen Wahyu Yudhayana mengklarifikasi asal usul tanah Blang Padang di Banda Aceh, Provinsi Aceh, yang kini ramai diperbincangkan. Pernyataan ini menanggapi surat Gubernur Aceh Muzakir Manaf (Mualem) kepada Presiden Prabowo Subianto, meminta pengembalian lahan seluas 8 hektare yang dikuasai Kodam Iskandar Muda sebagai tanah wakaf Masjid Baiturrahman.

Menurut Wahyu, pada 1945 ketika masa perjuangan, Badan Keamanan Rakyat (BKR) menguasakan dan menggunakan tanah lapangan Blang Padang di Banda Aceh sebagai tempat pemusatan pasukan. Kemudian, pada 1950, pemerintah Belanda melalui KNIL melaksanakan penyerahan seluruh sarana dan prasarana (sarpras) militer yang berada di atas tanah Blang Padang dan sekelilingnya kepada militer Indonesia.

Go Atjeh Go Atjeh Go Atjeh

Baca Juga :Mualem Bersurat ke Prabowo Gugat Status Blang Padang Dikuasai TNI AD

“Dan beberapa dokumen tersimpan di TNI AD terkait hal tersebut,” ucap Wahyu dalam siaran pers kepada Republika di Jakarta, Rabu (1/7/2025).

Selanjutnya setelah melalui beberapa tahapan tahapan administrasi yang telah berjalan, kata Wahyu, kemudian Menteri Keuangan (Menkeu) selaku Pengelola Barang (PB) mengeluarkan Surat Keputusan Nomor KMK-193/KM.6/WKN.1/KNL.01/2021 tanggal 24 Agustus 2021 tentang Penetapan Status Pengguna (PSP) kepada Kementerian Pertahanan (Kemhan). Hal itu berdampak Kemhan adalah sebagai Pengguna Barang (PB).

Baca Juga :TNI Respons Kapal Induk USS Nimitz Lewat Perairan Aceh Menuju Teluk Persia

Tahapan berikutnya, menurut Wahyu, Kemhan selaku Pengguna Barang menyerahkan pengelolaan tanah tersebut kepada TNI AD selaku Kuasa Pengguna Barang (KPB). “TNI AD merawat dan menggunakan lapangan tersebut untuk berbagai kegiatan, seperti upacara, sarana olahraga prajurit dan masyarakat, fasilitas umum untuk warga serta memfasilitasi berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh berbagai fihak termasuk pemda/pemprov,” ucap Wahyu.

Dia pun menekankan, apabila Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh akan menggunakan atau mengalihkan status lahan tersebut, tentunya TNI AD tidak akan mempermasalahkannya. Namun, hal yang harus dipedomani adalah bahwa perubahan tersebut perlu dilaksanakan sesuai prosedur yang berlaku. “Secara mekanisme dan prosedur, tentunya TNI AD tidak bisa serta merta menyerahkan kepada Pemprov Aceh,” ujar Wahyu.

Baca Juga :Kapuspen Dukung Kejagung Usut Marcella Santoso yang Biayai Konten Negatif UU TNI

Dia menerangkan, prosedurnya adalah Pemprov Aceh dapat berkomunikasi dan berkoordinasi kepada Menkeu selaku Pengelola Barang untuk dapatnya mengubah PSP yang menetapkan Kemhan selaku Pengguna Barang. Setelah itu, kata Wahyu, Kemenkeu tentu dapat melaksanakan beberapa mekanisme terkait penilaian maupun pertimbangan-pertimbangan lainnya.

“Dan apabila kemudian diputuskan oleh Kemenkeu untuk mengubah penerbitan PSP dari “kepada Kemhan menjadi kepada Pemprov Aceh”, tentu Kemhan selaku Pengguna Barang akan memerintahkan TNI AD sebagai Kuasa Pengguna Barang untuk menyerahkan kepada Pemprov Aceh,” kata Wahyu.

Sekali lagi, Wahyu menegaskan, TNI AD tidak mempermasalahkan jika Pemprov Aceh akan mengelola tanah tersebut. Tetapi, semuanya harus dilakukan melalui prosedur berlaku. “Tentunya setelah ada perubahan PSP, karena sebenarnya TNI AD juga sudah cukup banyak menerima bantuan tanah dari pemda di wilayah melalui mekanisme yang berlaku,” ujar Wahyu.

Sebelumnya, Gubernur Aceh Muzakir Manaf alias Mualem mengirim surat ke Presiden RI Prabowo Subianto terkait status tanah Blang Padang di Kota Banda Aceh. Menurut Mualem, sebagai tanah wakaf status lahan itu sebenarnya milik Masjid Raya Baiturrahman Aceh. Namun, kini lahan seluas 8 hektare itu di bawah penguasaan Kodam Iskandar Muda.

Mualem pun mengirim surat bernomor 400.87180 tertanggal 17 Juni 2025 berisikan “Permohonan Penyelesaian Tanah Wakaf Blang Padang Milik Masjid Raya Baiturrahman Aceh”. Dia meminta Prabowo mengubah status lahan yang dikuasai TNI AD tersebut.

Dalam suratnya, Mualem juga menjelaskan sejarah perjalanan status lahan Blang Padang. Menurut dia, tanah wakaf yang diberikan Sultan Iskandar Muda memang ditujukan bagi kepentingan dan kemakmuran Masjid Raya Baiturrahman.

“Kasus Blang Padang, sejak Sultan Aceh Iskandar Muda mewakafkannya, status tanah tersebut menjadi milik Allah secara hukum Islam, Baiturrahman Aceh (buku terlampir), dengan nazir (pengelola wakaf) dipercayakan kepada pengurus Masjid Raya,” ucap Mualem dalam surat tersebut dikutip di Jakarta, Senin (30/6/2025).

Sayangnya, sejak tsunami 2024, pengelolaan Blang Padang secara sepihak di bawah Kodam Iskandar Muda (IM). Padahal, lahan itu menjadi bagian tidak terpisahkan Masjid Baiturrahman Aceh.

“Dari telaahan yuridis, penelusuran sejarah, hingga aspirasi masyarakat dan tokoh agama Aceh, tanah ini terbukti merupakan tanah wakaf yang sepatutnya dikembalikan kepada pengurus Masjid Raya Baiturrahman,” ucap mantan panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) tersebut.

Mualem pun menyusun lima argumen dalam suratnya untuk membuktikan status pemilik sebenarnya lahan tersebut. Untuk memperkuat argumen Pemprov Aceh, Mualem ikut melampirkan bukti kuat peta buatan Kolonial Belanda. Salah satunya peta tahun 1875 Kaart Van Onze Tegenwoordige Positie Op Ajeh, yang memasukkan lahan Blang Padang dan Blang Punge, sebagai pengecualian dari wilayah pendudukan Belanda.

Dengan dasar kuat itu, Mualem berharap, Prabowo bisa membuat keputusan yang adil mengembalikan lahan itu untuk dikelola pengurus Masjid Baiturrahman. “Besar harapan kami, Bapak Presiden mengabulkan permohonan ini demi keadilan dan ketenteraman di Serambi Makkah,” ucap Mualem.[]

Berita ini telah tayang di Republika

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *