ACEH UTARA – Upaya Pemerintah Kabupaten Aceh Utara dalam menekan angka stunting terus menunjukkan hasil positif. Salah satu kunci keberhasilan ini adalah optimalisasi layanan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) yang digencarkan di seluruh fasilitas layanan kesehatan, terutama Puskesmas dan Posyandu.
Plt. Kepala Dinas Kesehatan Aceh Utara, Jalaluddin, SKM, M.Kes, menyampaikan bahwa angka prevalensi stunting di wilayah tersebut mengalami penurunan signifikan dalam dua tahun terakhir. “Ini merupakan hasil dari kerja kolaboratif semua pihak, mulai dari tenaga kesehatan di lapangan, kader Posyandu, hingga dukungan masyarakat dalam memanfaatkan layanan SDIDTK,” ujar Jalaluddin, Selasa (18/6/2025).
Menurutnya, layanan SDIDTK memiliki peran penting dalam mendeteksi secara dini adanya potensi gangguan tumbuh kembang anak usia dini. Dengan deteksi yang cepat dan intervensi yang tepat, kondisi yang mengarah pada stunting bisa dicegah sejak dini. “Anak yang tidak tertangani dengan baik sejak dini berisiko mengalami keterlambatan tumbuh kembang yang berujung pada stunting,” tegasnya.
Program SDIDTK mencakup serangkaian pemeriksaan yang melibatkan pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, serta aspek perkembangan kognitif, motorik, dan sosial emosional anak. Pemeriksaan ini dilakukan rutin di Posyandu yang tersebar di setiap desa.
Dinas Kesehatan juga telah membekali para kader Posyandu dengan pelatihan SDIDTK secara berkala. “Kita ingin memastikan bahwa kader tidak hanya mampu mencatat angka timbangan, tapi juga mampu melakukan deteksi dini terhadap keterlambatan perkembangan anak,” kata Jalaluddin.
Selain itu, pemerintah daerah juga memperkuat sinergi dengan lintas sektor, seperti Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Dinas Pendidikan, dan PKK. Tujuannya adalah agar edukasi mengenai gizi, sanitasi, dan pengasuhan anak dapat menyentuh seluruh lapisan masyarakat.
Jalaluddin menekankan bahwa penurunan angka stunting bukan semata-mata karena pemberian makanan tambahan, tapi karena pendekatan yang komprehensif melalui SDIDTK. “Kalau anak sejak awal tumbuh sehat, mendapat stimulasi yang cukup, dan diperiksa secara berkala, maka kemungkinan mengalami stunting sangat kecil,” jelasnya.
Dinas Kesehatan Aceh Utara mencatat, dari hasil pengukuran elektronik e-PPGBM, prevalensi stunting pada 2023 berada di angka 26,8 persen dan turun menjadi 22,4 persen pada semester pertama 2025. Capaian ini tentu masih di bawah target nasional, namun tren penurunan ini dinilai menggembirakan.
Untuk memperkuat capaian ini, pihaknya juga melakukan monitoring intensif terhadap layanan SDIDTK di Puskesmas. Evaluasi dilakukan secara berkala untuk menilai sejauh mana tenaga kesehatan menjalankan standar pelayanan dan dokumentasi yang sesuai.
Tidak kalah penting adalah peran orang tua, terutama ibu, dalam membawa anak-anaknya ke Posyandu secara rutin. Jalaluddin mengimbau agar masyarakat tidak menunggu anak sakit dulu untuk dibawa ke fasilitas kesehatan. “Pemeriksaan SDIDTK itu bersifat pencegahan. Lebih baik mencegah daripada mengobati,” ujarnya.
Dinas Kesehatan juga terus menggalakkan sosialisasi melalui media lokal dan kegiatan penyuluhan langsung ke desa-desa. Mereka menargetkan tidak hanya menurunkan angka stunting, tapi juga meningkatkan kualitas hidup anak secara menyeluruh.
“Anak yang sehat, cerdas, dan tumbuh optimal adalah investasi masa depan. Dengan layanan SDIDTK yang maksimal, kami optimis stunting bisa ditekan, dan generasi Aceh Utara bisa bangkit lebih baik,” tutup Jalaluddin.
Data diperoleh dari berbagai sumber, angka stunting dari 1.966 kasus (4,8 persen) pada tahun sebelumnya menjadi 1.562 kasus (3,7 persen) pada periode Januari–Mei 2025. Penurunan ini dicapai melalui dua strategi utama yaitu intervensi spesifik dan intervensi gizi sensitif. Salah satu upaya efektif adalah pemeriksaan kehamilan secara rutin, penyediaan USG di seluruh Puskesmas, serta pemantauan ketat terhadap ibu hamil agar tidak mengalami kekurangan energi kronis yang berdampak pada bayi.
Setelah masa persalinan, Dinkes memastikan anak-anak menerima ASI eksklusif, imunisasi lengkap, dan pemantauan kesehatan rutin melalui Posyandu. Namun, capaian imunisasi masih rendah, yaitu baru 45 persen, sehingga menjadi salah satu tantangan besar. Selain itu, program pencegahan stunting juga menyasar remaja putri dengan pemberian tablet tambah darah serta edukasi gizi. Keterlibatan keluarga, kader Posyandu, dan perangkat desa menjadi bagian penting dalam memaksimalkan program ini.
Kendala utama yang dihadapi meliputi kurangnya kesadaran masyarakat, penyebaran informasi hoaks tentang vaksin, rendahnya praktik PHBS, kemiskinan, dan paparan asap rokok. Dinkes Aceh Utara menekankan pentingnya pemahaman tentang KB demi kesehatan ibu dan anak, serta menyerukan peran aktif seluruh masyarakat dalam memanfaatkan layana
n gratis di Posyandu dan Puskesmas. Dengan upaya kolektif ini, diharapkan generasi masa depan Aceh Utara tumbuh sehat dan cerdas menuju Indonesia Emas 2045.[]