Tito; Kepmendagri 111/1992 jadi Dasar Pengembalian 4 pulau ke Aceh

banner 120x600

JAKARTA – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menjelaskan alasan pemerintah memutuskan empat pulau di wilayah Aceh Singkil adalah milik Aceh—meski sempat di-SK-kan sebagai milik Sumatera Utara—karena telah ditemukan dokumen asli berisi kesepakatan Gubernur Aceh dan Gubernur Sumatera Utara pada 1992.

Dokumen ini berisi penegasan bahwa Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang itu masuk wilayah Aceh.

Go Atjeh Go Atjeh Go Atjeh

Dalam konferensi pers bersama di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (17/6), Tito menyampaikan keputusan pemerintah mengembalikan empat pulau itu ke Aceh didasari dokumen kesepakatan batas wilayah Aceh-Sumut yang tertuang pada Kepmendagri 111 tahun 1992.

Tito bilang dokumen itu menjadi bukti legal utama bahwa empat pulau sengketa secara sah masuk wilayah teritorial Aceh. Ia berdalih dokumen penting itu baru ditemukan  tim arsip Kemendagri di Pusat Arsip Pondok Kelapa, Jakarta Timur setelah pencarian selama beberapa bulan.

“Ada tiga gedung dibongkar-dibongkar dokumen asli yang kesepakatan dua gubernur,” ungkap Mendagri di Kantor Presiden, Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, 17 Juni 2025.

Tito mengatakan dokumen kesepakatan tersebut diteken Gubernur Aceh saat itu, Ibrahim Hasan dan Gubernur Sumut kala itu, Raja Inal Siregar. Penekenan kesepakatan itu disaksikan Menteri Dalam Negeri kala itu, Rudini.

Tito bilang dokumen itu menjadi bukti legal utama bahwa empat pulau sengketa secara sah masuk wilayah teritorial Aceh. Ia berdalih dokumen penting itu baru ditemukan  tim arsip Kemendagri di Pusat Arsip Pondok Kelapa, Jakarta Timur setelah pencarian selama beberapa bulan.

Tito menyampaikan dokumen itu tertulis bahwa batas wilayah Provinsi Aceh dan Sumut mengacu pada Peta Topografi TNI AD 1978. Peta tersebut, sambungnya, secara jelas menunjukkan bahwa keempat pulau itu berada di luar batas Sumut dan masuk dalam wilayah Aceh.

“Nah inilah dokumen yang menurut kami sangat penting, Kepmendagri nomor 111 tahun 1992 ini tanggalnya 24 November 1992,” ujar pria yang juga Mendagri di pemerintahan sebelumnya itu.

Tito mengatakan, Kemendagri mulanya memang memutuskan empat pulau tersebut masuk wilayah Sumatera Utara.

Pertimbagan itu berdasarkan hasil rapat tim pembakuan rupa bumi pada 2017.

Tim itu terdiri Kemendagri, Badan Informasi Geospasial, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), BRIN, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Direktorat Topgrafi Angkatan Darat, dan Pusat Hidro-Oseanografi TNI Angkatan Laut (Pushidrosal). Rapat itu memutuskan empat pulau masuk wilayah Sumatera Utara.

Pertimbangannya, pada 2008, pernah dilakukan verifikasi pulau di seluruh Indonesia. Dalam verifikasi itu, empat pulau tidak masuk daerah Aceh.

Tito mengatakan, Gubernur Aceh tidak memasukkan empat pulau di Aceh Singkil itu pada pendataaan 2008 dan 2009. Sementara, surat dari Gubernur Sumut memasukkan empat pulau yang bersengketa itu ke dalam Tapanuli tengah. “Ini suratnya ada 2008 dan 2009,” kata dia.

Meski begitu, Tito mengatakan, Pemerintah Aceh sempat mengirimkan surat keberatan karena empat pulau itu tidak dimasukkan ke dalam wilayahnya. Namun, tim melihat empat pulau itu tidak masuk dalam koordinat wilayah Aceh.

Pada 2022, mantan kapolri ini mengatakan, Kemendagri mengeluarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) yang memasukkan empat pulau itu ke Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Namun, Gubernur Aceh kala itu keberatan.

Gubernur Aceh kemudian memberikan dokumen surat kesepakatan Gubernur Aceh dan Sumatera Utara mengenai batas wilayah untuk Tapanuli Tengah dan Aceh pada 1992. Isinya, penegasakan empat pulau itu masuk wilayah Aceh.

Dengan melihat dokumen itu, Tito mengatakan, kemendagri sempat mempertimbangkan kemungkinan empat pulau itu masuk wilayah Aceh. Namun, dokumen itu bentuknya fotokopi. Kemendagri kala itu khawatir akan mendapatkan masalah hukum.

Karena itu, tim pembakuan rupa bumi berupaya mencari dokumen itu. Namun, sampai April 2025, dokumen itu tidak kunjung ditemukan. “Sehingga, pada 2025, cakupannya masih Sumatera Utara,” kata dia.

Meski begitu, Tito mengatakan, dokumen asli itu pada akhirnya ditemukan pada Senin, 16 Juni 2025. Dokumen itu ada di pusat arsip Pondok Kelapa Jakarta Timur.

Dokumen yang ditemukan yaitu Kepmendagri Nomor 111 tahun 1992 tentang Penegasan Batas Wilayah Antara Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara dengan Propinsi Daerah Istimewa Aceh tanggal 24 November 1992, masuk menjadi cakupan wilayah administrasi Kabupaten Aceh Singkil, Aceh.

Bagi Tito, dokumen itu penting karena memberikan pengakuan kesepakatan antara dua gubernur tahun 1992. Dokumen itu menjadi legalisasi bahwa empat pulau itu masuk wilayah Aceh.

Karena itu, Tito mengatakan, pihaknya akan melakukan revisi Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 mengatur kode pulau-pulau kecil di Indonesia, termasuk empat pulau yang menjadi sengketa antara Aceh dan Sumatera Utara.

Kemendagri, kata Tito, kemudian akan menyampaikan perubahan itu kepada United Nations Conference on Standardization of Geographical Names (UNCSGN)

Dalam kesempatan yang sama hadir pula Mensesneg Prasetyo Hadi, Gubernur Sumut Bobby Nasution, Gubernur Aceh Muzakir Manaf, dan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *