Bolehkah Menyingkirkan Anak Kecil dari Shaf Shalat ? Ini Penjelasan Ulama

banner 120x600

Anak adalah investasi akhirat yang sangat menguntungkan, karena dengan didikan dan ajaran yang baik dari orang tua dapat menjadikan pahala jariyah yang terus mengalir untuk kedua orang tuanya. Sehingga Sering dijumpai orang tua yang membawa anaknya ke masjid atau mushala untuk melaksanakan shalat berjamaah. serta, menempatkan anaknya disamping mereka.  

Namanya juga anak kecil, tentu dalam benak mereka selalu ingin bermain. Sehingga sering kali mereka tidak fokus mengerjakan shalat atau malah bergurau dengan teman-temannya. Hal ini menyebabkan orang yang berada di belakangnya merasa terganggu dan menyingkirkan anak tersebut dari barisan shalat.  

Go Atjeh Go Atjeh Go Atjeh

Menyingkirkan Anak Kecil dari Barisan Shalat

Lalu bagaimana hukum menyingkirkan anak kecil dari barisan shalat?   

Hukum Anak Kecil Masuk Masjid 

Imam Zakariya Al-Anshari menjelaskan mengenai hukum anak kecil masuk masjid sebagaimana berikut:   Baca Juga Hukum Shalat Berjamaah dengan Anak Kecil yang Belum Baligh

وَيُمْنَعُ الصِّبْيَانُ) غَيْرُ الْمُمَيِّزِينَ، وَالْبَهَائِمُ (وَالْمَجَانِينُ، وَالسَّكْرَانُ دُخُولَهُ) لِخَوْفِ تَلْوِيثِهِ، وَكَذَا الْحَائِضُ وَنَحْوُهَا عِنْدَ خَوْفِ ذَلِكَ، وَالْمَنْعُ كَمَا يَكُونُ عَنْ الْمُحَرَّمِ يَكُونُ عَنْ الْمَكْرُوهِ، وَإِنْ كَانَ فِي الْأَوَّلِ وَاجِبًا وَفِي الثَّانِي مَنْدُوبًا، وَالْمَذْكُورُونَ إنْ غَلَبَ تَنْجِيسُهُمْ لِلْمَسْجِدِ حَرُمَ تَمْكِينُهُمْ مِنْ دُخُولِهِ وَإِلَّا كُرِهَ كَمَا يُعْلَمُ مِمَّا يَأْتِي فِي بَابِ الشَّهَادَاتِ وَذِكْرُ السَّكْرَانِ مِنْ زِيَادَتِهِ  

Artinya: “Anak kecil yang belum mumayyiz, hewan, orang gila, dan orang mabuk tidak boleh masuk masjid karena dikhawatirkan mengotori masjid. Begitu juga perempuan haid atau semacamnya, ketika dikhawatirkan akan menajiskan masjid.  

Larangan ini sebagaimana berlaku untuk orang yang diharamkan masuk masjid, juga berlaku untuk orang yang dimakruhkan memasukinya. Meskipun pelarangan untuk yang pertama bersifat wajib, sementara untuk yang kedua bersifat sunah.  

Orang-orang tersebut bila berkemungkinan besar akan menajiskan masjid, maka haram membiarkannya masuk, tapi kalau tidak, maka hanya dimakruhkan sebagaimana hal ini diketahui dari penjelasan yang akan datang dalam Bab Persaksian. Penyebutan orang mabuk dalam keterangan ini merupakan keterangan tambahan dariku (bukan dari Ibnul Muqri dalam kitab Raudhut Thalib).” (Asnal Mathalib,[Darul Kitab Al-Islami], jilid I, halaman 186).  

Dalam kutipan tersebut dijelaskan bahwa membawa anak kecil ke masjid adalah haram bila berkemungkinan besar membuat masjid menjadi najis. Akan tetapi bila dikhawatirkan saja, maka hanya makruh.  

Pun demikian, Ayah At-Thayyib An-Nasyiri, yaitu Syihabuddin Ahmad bin Abi Bakar An-Nashiri (wafat 815 H), Mufti kota Zabid, Yaman, pada masanya, berfatwa bahwa ketidakbolehan anak kecil masuk masjid tidak bersifat mutlak.    Imam Ar-Ramli Al-Kabir (wafat 957 H), dalam catatannya atas kitab Asnal Mathalib, menjelaskan:  

قَوْلُهُ: وَيُمْنَعُ الصِّبْيَانُ إلَخْ) أَفْتَى وَالِدُ النَّاشِرِيِّ بِأَنَّ تَعْلِيمَ الصِّبْيَانِ فِي الْمَسْجِدِ أَمْرٌ حَسَنٌ، وَالصِّبْيَانُ يَدْخُلُونَ الْمَسْجِدَ مِنْ عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ إلَى الْآنَ مِنْ غَيْرِ نَكِيرٍ وَالْقَوْلُ بِكَرَاهَةِ دُخُولِ الصِّبْيَانِ الْمَسْجِدَ لَيْسَ عَلَى إطْلَاقِهِ بَلْ مُخْتَصٌّ بِمَنْ لَا يُمَيِّزُ لَا طَاعَةَ فِيهَا وَلَا حَاجَةَ إلَيْهَا وَإِلَّا فَأَجْرُ التَّعْلِيمِ قَدْ يَزِيدُ عَلَى نُقْصَانِ الْأَجْرِ بِكَرَاهَةِ الدُّخُولِ، وَالْحَاجَةُ قَدْ تَدْفَعُ الْكَرَاهَةَ كَالضَّبَّةِ الصَّغِيرَةِ لِلْحَاجَةِ  

Artinya: “(Perkataan Syekh Zakariya Al-Anshari: “Anak-anak dilarang masuk masjid …”) Ayah dari At-Thayyib An-Nasyiri pernah memberi fatwa bahwa mengajar anak-anak di masjid itu adalah hal yang baik. Anak-anak pun sudah biasa masuk masjid sejak zaman Nabi Muhammad saw sampai sekarang tanpa ada yang mengingkarinya.  

Jadi, pendapat yang menyatakan anak-anak makruh masuk masjid itu tidak berlaku secara mutlak, tapi khusus untuk anak yang belum bisa membedakan mana yang baik dan buruk (belum tamyiz), yang tidak taat diperintah dan tidak ada kebutuhan untuk membawanya.  

Bila tidak dalam konteks demikian, maka pahala dari mengajarnya terkadang lebih dari berkurangnya pahala karena kemakruhan memasukkan anak ke masjid. Demikian pula kebutuhan membawanya ke masjid dapat menolak kemakruhannya, seperti tambalan emas yang kecil karena memang dibutuhkan untuk suatu wadah yang terbuat dari logam.” (Ar-Ramli, Hasyiyah Ar-Ramli Al-Kabir pada Asnal Mathalib,[Darul Kitab Al-Islami], jilid I, halaman 186).  

Dengan demikian, ketidakbolehan anak kecil masuk masjid hanya terkhusus bagi yang anak yang belum tamyiz, tidak bisa diatur, dan tidak ada kebutuhan membawanya ke masjid. Adapun bila memiliki tujuan seperti belajar agama, maka dapat menghilangkan kemakruhannya.   

Hukum Menyingkirkan Anak-Anak dari Shaf Shalat Jamaah

Ibnu Hajar Al-Haitami menjelaskan hukum orang yang menyingkirkan anak-anak dari shaf shalat jamaah:  

الْمُعْتَمَدُ أَنَّ الصِّبْيَانَ مَتَى سَبَقُوا الْبَالِغِينَ إلَى الصَّفِّ الْأَوَّلِ لم يَجُزْ لهم إخْرَاجُهُمْ بِخِلَافِ الْخَنَاثَى وَالنِّسَاءِ كما جَزَمْت بِذَلِكَ في شَرْحِ الْإِرْشَادِ   

Artinya: “Pendapat mu’tamad (yang dijadikan pedoman) apabila anak-anak telah lebih dahulu sampai di shaf pertama sebelum orang dewasa, maka orang-orang baligh tidak memindahkan mereka dari tempatnya. Beda halnya dengan khuntsa (orang yang tidak jelas jenis kelaminnya) dan perempuan, sebagaimana telah saya tegaskan dalam kitab Syarḥul Irsyad.” (Al-Fatawa Al-Fiqhiyah Al-Kubra, [Al-Maktabah Al-Islamiyah], jilid I, halaman 229).  

Dari redaksi ini jelas bahwa menyingkirkan dan memindahkan anak kecil yang telah datang terlebih dahulu ke dalam shaf tidak diperbolehkan.   

Dalam kasus lain Imam Ibnu Hajar Al-Haitami juga memberikan jawaban mengenai anak-anak kecil yang mengaji Al-Qur’an hingga mengganggu orang-orang yang shalat, dan sering mengotori masjid dengan air. Apakah mereka harus dikeluarkan dari masjid?  

وَالْحَاصِلُ أَنَّهُ لَا يَجُوزُ إخْرَاجُهُ من الْمَسْجِدِ بِالْكُلِّيَّةِ لِأَجْلِ ذلك من أَوَّلِ وَهْلَةٍ وَإِنَّمَا يُمْنَعُ أَوَّلًا من تَمْكِينِهِ من تَنْجِيسِ الْمَسْجِدِ أو تَقْذِيرِهِ بِمَنْ يَدْخُلُ إلَيْهِ فيه وَكَذَلِكَ يُمْنَعُ من تَمْكِينِهِ من يَرْفَعُ صَوْتَهُ إذَا كان ثَمَّ من يُصَلِّي  

Artinya: “Walhasil, tidak boleh langsung mengeluarkan anak yang belum tamyiz dari masjid secara total hanya karena hal tersebut pada kesempatan pertama. Namun, yang dicegah pertama kali adalah membiarkan ia menajiskan atau mengotori masjid, dengan orang yang membawanya ke masjid. Demikian pula harus dicegah pembiaran anak yang belum tamyiz mengeraskan suaranya jika ketika di situ sedang ada orang yang shalat. (Al-Fatawa Al-Fiqhiyah Al-Kubra, [Al-Maktabah Al-Islamiyah], jilid I, halaman 61).  

Dalam fatwa Imam Ibnu Hajar menjelaskan, anak-anak kecil tidak boleh langsung dikeluarkan dari masjid, tetapi menjadi kewajiban orang dewasa untuk mencegah mereka dari melakukan hal-hal yang menajiskan dan mengotori masjid. Demikian pula anak-anak harus dicegah mengeraskan suara bila di masjid sedang ada orang yang shalat.   

Walhasil, menyingkirkan anak kecil yang datang terlebih dahulu dari shaf tidak diperbolehkan, kecuali mereka melakukan hal-hal yang dilarang di dalam, masjid seperti: menajisi dan mengotori masjid. Waallahu a’lam.  

Sumber NU Online

Ditulis Ustadz Achmad Khoirudin, Mahasantri Ma’had Aly Al-Iman, Bulus, Purworejo. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *