Rektor UGM Nilai Grand Design Pendidikan Indonesia Gagal, PBNU; Pola Pikir Kolonial

banner 120x600

YOGYAKARTA – Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Ova Emilia, menilai sistem pendidikan Indonesia mengalami kegagalan dalam perencanaan besar (grand design).

Hal ini tercermin dari tingginya angka pengangguran, khususnya di kalangan Generasi Z (usia 21-28 tahun), yang mencapai hampir enam juta orang, dengan mayoritas berasal dari lulusan SMA dan SMK.

Go Atjeh Go Atjeh Go Atjeh

“Kalau saya melihat ini adalah kegagalan grand design. Waktu kita bicara dengan rektor-rektor di European Country, mereka punya skenario bahwa (suatu) negara dengan manusia sekian, kita butuh orang misalnya kompetensi SMK, sarjana, master sekian. Jadi ada peta kebutuhan sumber daya manusianya (SDM),” ujarnya dalam siniar Menjadi Indonesia ditayangkan melalui kanal Youtube NU Online, diakses pada Jumat (2/5/2025).

Menurutnya, Indonesia belum memiliki peta SDM yang rinci dan akurat, sehingga menyebabkan lonjakan pengangguran dari tahun ke tahun.

“Negeri (Indonesia) ini tidak ada peta yang seperti itu. Solving the problem. Karena problem (pengangguran) itu adalah di desain,” ungkapnya.

Prof Ova mengungkap bahwa pengangguran tidak hanya terjadi pada lulusan SMK dan SMA, tetapi juga pada lulusan diploma, sarjana, bahkan pascasarjana.

Menurutnya, hal ini terjadi karena tidak adanya perencanaan nasional yang memetakan kebutuhan tenaga kerja berdasarkan jenjang pendidikan dan kompetensi.

“Misalnya (kebutuhan) dokter, enough-nya tuh berapa sih? Jangan cuman ngomong sebanyak-banyaknya karena overproduction juga tidak baik,” ucapnya.

Guru Besar Ilmu Pendidikan Kedokteran UGM itu. mencontoh Singapura yang memiliki peta SDM sangat terperinci untuk setiap profesi.

“Dokter itu setiap tahun yang akan pensiun, meninggal misalnya berapa? Jadi setiap tahun harus merekrut berapa? Itu Jelas,” ujar Ola

Lebih lanjut, Prof Ova menyampaikan bahwa sistem rekrutmen kerja di Indonesia masih mengandalkan ijazah sebagai tolok ukur, bukan kompetensi. Hal ini membuat banyak lulusan tidak terserap secara optimal di dunia kerja.

Ia menegaskan pentingnya orientasi pada employability atau kemampuan seseorang untuk diserap oleh pasar kerja, sebagai salah satu indikator keberhasilan pendidikan.

Pola pikir kolonial

Sementara itu, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ahmad Suaedy menilai bahwa sistem pendidikan Indonesia hingga kini masih mewariskan pola pikir kolonial, yang tidak berpihak pada kebutuhan nyata masyarakat.

Menurutnya, meski terdapat grand design pendidikan nasional, tapi tetap tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.

“Sebenarnya ada grand design tetapi tidak sesuai dengan data lapangan. Pendidikan kita didesain kolonial dan sampai sekarang pendekatannya masih kolonialistik, melayani orang di atas, bukan melayani rakyat. Kolonialistik itu melayani koloni,” ujar Suaedy kepada NU Online pada Kamis (1/5/2025) malam.

Suaedy menegaskan bahwa pendidikan Indonesia sudah terlepas dari realitas kebutuhan masyarakat.

Ia mencontohkan sektor pertanian sebagai salah satu bidang yang terdampak langsung dari ketidaksesuaian antara materi pendidikan dengan kebutuhan lapangan kerja di Indonesia.[]

Sumber NU Online

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *