TAPAK TUAN – Rencana kebijakan efisiensi anggaran Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan yang sempat menuai kontroversi, khususnya terkait pemotongan hingga 70 persen honorarium tenaga honorer, akhirnya dibatalkan.
Keputusan ini diambil setelah berbagai elemen masyarakat, termasuk para tenaga honorer, menyuarakan keberatannya karena kebijakan tersebut dinilai berdampak langsung pada kelangsungan hidup mereka.
Meski sempat mengejutkan, para honorer tidak serta merta menyalahkan Bupati Aceh Selatan, H. Mirwan MS, SE, M.Sos, atas lahirnya kebijakan tersebut.
“Kami kasihan melihat Pak Bupati yang harus menghadapi begitu banyak persoalan sejak dilantik. Kami tahu ini bukan sepenuhnya kesalahan beliau, karena sejak 2024 saja kami sudah sering mengalami keterlambatan honor, bahkan ada bulan-bulan yang belum dibayarkan,” ungkap Ketua Forum Diskusi Tenaga Honorer Aceh Selatan, Azwar, Sabtu (12/4/2025).
Menurut Azwar, tertundanya pembayaran honor tenaga honorer rupanya bukan hal baru. Pada tahun anggaran 2024, sejumlah lembaga resmi daerah bahkan mengalami nasib serupa. Pengurus Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh Selatan, kumpulan Ulama di Aceh Selatan misalnya, tidak menerima honor selama empat bulan meskipun anggarannya telah tersedia. Kondisi serupa juga dialami oleh pengurus Majelis Adat Aceh (MAA) dan Majelis Pendidikan Daerah (MPD) Kabupaten Aceh Selatan.
Sementara, Ketua Forum Honorer Nakes Aceh Selata Tantawir menjelaskan, ratusan tagihan dengan total nilai mencapai puluhan miliar rupiah masih menggantung di Bidang Pembendaharaan Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Aceh Selatan.
“Tagihan-tagihan dari tahun 2023 bahkan harus dibayarkan menggunakan anggaran tahun 2024, yang semakin memperburuk kondisi fiskal daerah. Kondisi ini menunjukkan lemahnya tata kelola keuangan pada masa pemerintahan sebelumnya,” ujarnya.
Tantawir menilai, kebijakan efisiensi seperti wacana pemotongan honor merupakan upaya darurat yang lahir dari kondisi keuangan yang sangat tidak sehat.
“Masalah ini bukan datang tiba-tiba. Defisit ratusan miliar itu adalah akumulasi dari pengelolaan yang tidak disiplin, ditambah lemahnya kontrol dan diduga adanya praktik pemufakatan yang tidak sehat,” ujarnya.
Secara terpisah, Ketua Guru Kontrak dan Honorer Tingkat SD dan SMP Fachruddin Ruzi, S.Pd mengapresiasi langkah Bupati H Mirwan yang akhirnya membatalkan rencana pemotongan honor setelah mendengar aspirasi masyarakat.
Bagi pihaknya, ini menunjukkan keberpihakan terhadap rakyat, meski tetap harus diiringi langkah konkret dalam reformasi birokrasi.
“Yang paling penting sekarang adalah keberanian Bupati untuk mengevaluasi pejabat-pejabat yang tidak loyal dan tidak bekerja maksimal. Jangan biarkan mereka justru menjadi beban dalam proses pembenahan,” ujarnya.
Kata Fachruddin, keberhasilan Bupati Mirwan akan sangat bergantung pada kemampuannya membangun tim kerja yang solid dan transparan, serta memperkuat akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah.
Masyarakat kini menaruh harapan besar pada kepemimpinan baru ini, dengan harapan akan lahir kebijakan-kebijakan strategis yang mampu mengatasi defisit, memperbaiki layanan publik, serta mengembalikan marwah birokrasi sebagai pelayan masyarakat, bukan sekadar pengelola anggaran.