Mendikdasmen Kembali Berlakukan Sistem Penjurusan di SMA pada TA 2025/2026

banner 120x600

JAKARTA — Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemdikdasmen) resmi mengumumkan revitalisasi sistem penjurusan di Sekolah Menengah Atas (SMA).

Kebijakan ini menandai pergeseran dari Kurikulum Merdeka yang diusung mantan Menteri Pendidikan Nadiem Makarim, yang sebelumnya menghapus pembagian jurusan.

Go Atjeh Go Atjeh Go Atjeh

Menteri Pendidikan Abdul Mu’ti menyatakan, mulai tahun ajaran 2025/2026, siswa SMA akan kembali dikelompokkan ke dalam tiga jurusan: Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), dan Bahasa.

“Jurusan akan kita hidupkan lagi, jadi nanti akan ada jurusan IPA, IPS, dan Bahasa,” ujarnya dalam acara tanya-jawab bersama awak media di Kantornya, Jakarta Pusat, Jumat, 11 April 2025.

Seperti semula, dengan diterapkannya sistem penjurusan, maka dalam ujian akhir atau saat ini disebut dengan tes kemampuan akademik (TKA), siswa dapat memilih mata pelajaran yang paling diminatinya. Mereka hanya diwajibkan mengikuti tes wajib yaitu mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Matematika

“Untuk mereka yang ambil IPA itu nanti dia boleh memilih tambahannya antara fisika, kimia, atau biologi. Untuk yang IPS juga begitu, dia boleh ada tambahan apakah itu ekonomi, sejarah, atau ilmu-ilmu lain yang ada dalam rumpun ilmu-ilmu sosial,” tuturnya.

Mu’ti menjelaskan, sistem penjurusan kembali diterapkan guna mendukung sejumlah komponen yang akan diatur dalam pelaksanaan tes kemampuan akademik, sistem pengganti Ujian Nasional.

Tes ini merupakan ujian di penghujung jenjang akademik untuk mengukur kemampuan akademik seseorang. Berbeda dengan UN, tes ini tidak bersifat wajib dan hanya berlaku bagi mereka yang memang siap dan mampu menghadapi tes guna menambah penilaian individu.

Selain sifatnya tidak wajib, pembelajaran yang diujikan tetap sama dengan UN. Bagi kelas 6 SD dan 9 SMP, mata pelajaran yang wajib diujikan adalah Bahasa Indonesia dan Matematika. Sementara untuk kelas 12 SMA terdapat dua mata pelajaran tambahan yaitu Bahasa Inggris dan pilihan antara IPA atau IPS.

Tujuan pemerintah kembali menerapkan sistem lama ini adalah untuk memberikan kepastian pada penyelenggara pendidikan, khususnya bagi lembaga pendidikan di luar negeri.

“Jadi pas Pak Nadiem dulu diambil sampelnya aja, banyak kampus-kampus di luar negeri enggak mau terima soalnya enggak jelas ukuran kemampuan di pelajar. Sekarang dengan hasil TKA, kemampuan masing-masing individu akan terukur,” kata Abdul Mu’ti.[]

Sumber tempo.co

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *