LHOKSUKON – Warga Gampong Ujong Reuba, Kecamatan Meurah Mulia, Kabupaten Aceh Utara, memprotes ketidakjelasan distribusi paket sembako Ramadan dinilai tidak merata dan tebang pilih.
Selain itu, warga juga menyoroti penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang hanya sebesar Rp260 ribu per Keluarga Penerima Manfaat (KPM) untuk tiga bulan, jauh di bawah ketentuan pemerintah.
Menurut sejumlah warga, penyaluran sembako dilakukan pada Senin (24/3/2025) diduga tidak dibagikan secara adil kepada seluruh Kepala Keluarga (KK) di gampong tersebut..
Sebanyak delapan KK disebut tidak menerima bantuan karena alasan keterbatasan jumlah paket. Bahkan, warga yang tidak mengikuti gotong royong atau kegiatan sosial tertentu juga dikabarkan tidak mendapat jatah.
“Saya selalu ikut kegiatan sosial dan keagamaan, tapi tetap tidak menerima sembako. Seharusnya bantuan ini disalurkan secara merata, tanpa ada tebang pilih,” ujar salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Tak hanya sembako, pembagian BLT yang dilakukan keesokan harinya, Selasa (25/3), juga menuai kontroversi. Setiap penerima manfaat hanya mendapatkan Rp260 ribu untuk tiga bulan (Januari-Maret 2025).
Padahal, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 108 Tahun 2024 secara tegas menetapkan besaran BLT Desa sebesar Rp300 ribu per bulan per KPM. Artinya, setiap KPM seharusnya menerima Rp900 ribu untuk periode tiga bulan.
Berdasarkan data yang diperoleh, dalam APBG Ujong Reuba tahun 2025, jumlah KPM yang ditetapkan hanya 23 orang, padahal aturan membolehkan hingga 33 orang atau 15 persen dari total pagu Dana Desa (DD) yang sebesar Rp810.936.000.
Ironisnya, BLT justru dibagikan secara rata kepada 78 orang, sehingga nilai yang diterima setiap penerima manfaat jauh di bawah standar yang ditetapkan.
Saat dikonfirmasi, Keuchik Gampong Ujong Reuba, Hasbi, malah menantang wartawan untuk memberitakan persoalan ini.
“BLT dibagi samarata itu keputusan masyarakat, kebijakan masyarakat. Silakan kalau mau diberitakan, tapi harus bertanggung jawab nanti. Anda wartawan apa? Apa yang menjadi masalah mengurusi gampong saya?” ujar Hasbi saat dihubungi, Jumat (28/3).
Terkait sumber dana paket sembako, Hasbi menyatakan bahwa bantuan tersebut tidak berasal dari Dana Desa, melainkan dari hasil sewa kedai gampong yang tidak dimasukkan dalam APBG.
Sementara itu, soal BLT yang dibagikan di bawah ketentuan, Hasbi beralasan hal itu merupakan keputusan hasil musyawarah gampong.
“Kami mengajukan 23 KPM sesuai APBG, bukan 33 KPM. Adapun pembagian kepada 78 orang, itu keputusan bersama agar warga yang tidak mendapat bantuan lain juga bisa merasakan BLT,” katanya.
Pernyataan Hasbi ini menimbulkan pertanyaan besar terkait mekanisme dan transparansi pengelolaan dana desa.
Jika merujuk pada regulasi, seharusnya BLT diberikan sesuai ketentuan dan tidak bisa diubah sewenang-wenang. Pembagian sembako yang tidak merata dan BLT yang dikurangi dari hak penerima tentu menjadi persoalan serius yang perlu ditelusuri lebih lanjut.[]
Sumber beritamerdeka.net