JAKARTA – Realisasi pendapatan negara hingga akhir Februari 2025 mengalami penurunan drastis. Dari Rp 400,4 triliun pada Januari–Februari 2024, kini hanya tersisa Rp 316,9 triliun. Kemerosotan sebesar 20,85% ini menjadi sorotan berbagai pihak, termasuk Ketua Umum Independent BPI KPNPA RI, Rahmad Sukendar.
Dalam keterangannya pada Selasa (25/3/2025), Rahmad menegaskan bahwa kondisi ini harus segera diperbaiki agar tidak semakin memburuk. Menurutnya, pemerintah harus menggenjot sumber-sumber pendapatan negara untuk mencegah kemerosotan lebih lanjut.
“Realisasi pendapatan negara mengalami kemerosotan tajam, dan ini harus segera diperbaiki agar tidak terus menurun. Sumber-sumber pendapatan dari sektor pajak harus terus digenjot agar tidak terjadi shortfall yang lebih dalam,” ujar Rahmad.
Salah satu faktor utama di balik anjloknya pendapatan negara adalah penurunan drastis penerimaan pajak. Hingga Februari 2025, penerimaan pajak hanya mencapai Rp 187,8 triliun, turun 30,19% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp 269 triliun. Situasi ini menandakan bahwa aktivitas ekonomi melemah, dunia usaha tertekan, dan efektivitas instrumen fiskal pemerintah mulai dipertanyakan.
Rahmad menyoroti bahwa pemerintah harus mengambil langkah strategis untuk memperbaiki kondisi ini. Beberapa langkah yang bisa dilakukan antara lain memperluas basis pajak, meningkatkan kepatuhan wajib pajak, serta memberikan insentif bagi dunia usaha untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Di sisi lain, realisasi APBN hingga Februari 2025 juga mengalami defisit sebesar Rp 32,1 triliun. Meski dalam batas wajar dibandingkan rencana defisit tahunan Rp 612 triliun, pola ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, di mana APBN masih mencatat surplus dalam dua bulan pertama.
“Jika tidak ada upaya serius untuk memperbaiki kondisi ini, maka tekanan terhadap keuangan negara akan semakin berat. Pemerintah harus segera bertindak agar pendapatan negara kembali stabil dan postur fiskal tetap terjaga,” tutup Rahmad Sukendar.[]