BIREUEN, Aceh – PT Bahrun & Sons, perusahaan kelapa sawit yang beroperasi di Kecamatan Krueng Simpo dan Blang Payang, Kabupaten Bireuen, Aceh, diduga telah menjalankan aktivitas usaha secara ilegal selama 39 tahun tanpa izin Hak Guna Usaha (HGU) dari pemerintah.
Perusahaan ini mengelola lahan seluas 253 hektare, namun izin HGU-nya telah kedaluwarsa sejak 1986 dan tidak pernah diperbarui hingga kini.
Operasi perusahaan tersebut dianggap melanggar hukum karena terus mengambil keuntungan tanpa basis legal. Pelanggaran ini tidak hanya berpotensi merugikan negara secara finansial, tetapi juga berdampak pada masyarakat setempat.
Seorang pegiat hukum di Aceh, yang enggan disebutkan namanya, menegaskan, “Ini tindakan pidana, mereka telah membohogi negara dan rakyat,” ungkapnya
Perusahaan ini telah mengelabui negara dan mengeksploitasi sumber daya tanpa pertanggungjawaban hukum, sementara rakyat dirugikan secara ekonomi dan lingkungan.
Sementara Owner PT Bahrun & Sons, Jufly Bahruni beberapa kali dihubungi kabarberita.net, belum bisa tersambung. Kayaknya menghindari dari sejumlah pertanyaan media. Sementara perwakilannya tidak pun menggubris dan seolah menganggap sepele kondisi matinya HGU sudah puluhan tahun.
Masyarakat Gampong Krueng Simpo, Kecamatan Juli, Bireuen bahkan menolak kembalinya perusahaan perkebunan sawit PT. P. Bahrun and Sons untuk kembali beroperasi di wilayah Krueng Simpo dan Ranto Panyang.
Mereka sudah membuat beberapa maklumat tulisan spanduk dipajangkan di sejumlah titik areal kebun, seolah mereka menyegel dan melarang perusahaan untuk beroperasi dan memproduksi.
Kepala Desa Krueng Simpo, Mursal mengatakan HGUnya sudah mati sejak 1986, tidak ada juga kontribusi apa pun untuk masyarakat.
“Kita telah sepakat melalui rapat desa bahwa lahan yang diperkirakan luas 132 Hektar untuk dikelola oleh warga setempat,” kata Mursal sebagaimana disampaikannya ke media.
Menurut Mursal, penolakan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) lahan yang dikelola PT. Bahrun and Sons ada dua desa, Ranto Panyang dan Krueng Simpo seluas 253 Hektar. Bahkan ia sudah pernah menyurati negara melalui Badan Pertanahan Negara (BPN) Provinsi Aceh dan tembusan kepada Bupati Bureuen agar izin HGU tidak diperpanjang.
“Jadi kami berharap agar masyarakat saja yang kelola lahan eks PT Bahrun and Sons, sebab sejak tahun 1968 hingga 2024 tidak pernah ada bantuan apapun terhadap gampong kami,” kata Mursal.
Menurut sejumlah sumber pegiat hukum di Aceh menyebut, kendati pihak PT Barun & Sons mengurus lagi izin HGUnya, mereka sudah melanggar hukum karena dengan sengaja tidak mengurus izin hampir 40 tahun.”Ini kan main main dengan hukum,” ungkap mereka.
Karena itu, wajar kalau warga Krueng Simpo dan Ranto Panyang mengambil lahan tersebut untuk mereka. “Itu kan tanah negara, semua boleh memiliki asal ada izin negara. Lahan itu bukan milik pribadi,” tambah pegiat hukum itu lagi.[]