Mengembirakan Ramadhan

banner 120x600
Oleh Juhaimi Bakri

Barang siapa yang bahagia menyambut datangnya bukan Ramadhan, maka Allah haramkan jasadnya dari api neraka (HR. Bukhari Muslim).”

Go Atjeh Go Atjeh Go Atjeh

Ramadhan adalah bulan ke-9 dalam kalender hijriyah. Nama Ramadhan adalah nama bulan yang secara bahasa terambil dari kata ramidha-yarmadu yang bermakna panas, kering, terik, dan membakar. Mengapa demikian, karena dalam sejarahnya Ramadhan menjadi bulan dimana di jazirah Arab mengalami musim panas sebelum terjadi perubahan iklim yang menyebabkan tidak stabil nya cuaca.

Bisa juga dimaknai secara luas, Ramadhan adalah bulan “pembakaran” dengan puasa bagi orang yang beriman selama satu bulan dapat membakar dosa-dosa dan dengan harapan menjadi hamba yang bertakwa hingga menjadi pribadi muhsin yang mendapat kebahagiaan hidup di dunia akhirat.

Ramadhan menjadi mulia karena Allah Swt memilihnya sebagai satu-satunya bulan yang disyariatkan puasa sebulan penuh yang awal perintah Allah pada 10 Sya’ban dua tahun setelah Nabi Saw melaksanakan hijrah ke Madinah.

Ramadhan menjadi mulia karena di dalamnya terdapat peristiwa diturunkannya Al-Qur’an di malam penuh keberkahan “Sesungguhnya Kami (mulai menurunkannya pada malam yang diberkahi (Lailatulqadar). Sesungguhnya Kamilah pemberi peringatan”. (QS: Ad-Dukhan 44: 3).

Kemuliaan Ramadhan bukan diakibatkan oleh bulan itu sendiri, namun kemuliaan karena berbagai sebab peristiwa yang terjadi padanya.

Ramadhan adalah bulan yang kehadirannya membawa nuansa kegembiraan dan jalur untuk meningkatkan ketaatan. Hal tersebut sangat beralasan, bahkan alasan secara teologis keagamaan pernah diutarakan oleh Nabi Saw,

“Bagi pelaku puasa mendapatkan dua kebahagiaan, pertama, kebahagiaan pada saat berbuka, kedua, kebahagiaan pada saat bertemu dengan Robnya.” (HR. Muslim).

Nabi Saw menegaskan bahwa, melaksanakan puasa dengan segala macam amalan utama di dalamnya adalah sebuah kegembiraan dalam beragama. Sehingga meskipun bagi orang awam yang tidak semua memahami maksud Nabi Saw, namun nuansa kegembiraan tersebut telah nampak bagi para kaum muslimin yang menyambutnya dengan berbagai ekspresi dari pesan Nabi Saw di atas.

Kebahagiaan tersebut adalah bukti nyata yang selalu terulang pada tiap tahun kala tibanya Ramadhan di relung-relung hati kaum muslimin. Jika ada di antara kaum muslim ada yang gelisah dengan kehadirannya, maka patut dipertanyakan spiritualitas keimanan dalam dirinya.

Kegembiraan hadirnya Ramadhan adalah naluri insani setiap muslim yang masih memiliki benih benih iman di dalam dirinya.

Bahagia saat menjalankan ibadah puasa, adalah bentuk ke dua dalam mengembirakan Ramadhan, sehingga menjadikan momentum mulia ini tidak terlupakan oleh orang yang benar-benar beriman, sebab bulan Ramadhan adalah bulan diturunkannya al-Qur’an, bulan terjadinya malam lailatul qadar, bulan diperintahkan berpuasa, dan kemuliaan lain yang dapat dirasakan oleh orang-orang beriman adalah setiap amaliah sunah yang dilakukan bernilai pahala bagai ibadah wajib lainnya mulai dari tarawih, witir, tadartus al-Quran hingga menghidupkan malam lainnya.

Sungguh, betapa mulianya ibadah Ramadhan, jika dilaksanakan dengan penuh keikhlasan dalam menjalankan ibadah di dalamnya. Bahkan dalam sabda Rasulullah SAW

“Barang siapa yang berpuasa dengan penuh keimanan pada bulan Ramadhan, maka Allah akan mengampuni segala dosanya yang telah lalu dan yang akan datang(HR. Muslim)’.

Melalui Syariat berpuasa Ramadhan kita diajarkan kegembiraan yang sederhana, meski hal ini seringkali terlupakan ketika berada di luar Ramadhan. Kegembiraan itu berupa anugerah nikmat dari Allah Swt saat dapat berbuka, makan dan minum.

Kerinduan yang begitu mendalam tertunaikan pada saat kita berbuka. Lalu kerinduan begitu memuncak terobati dengan begitu gembira ketika lisan melafalkan “bismillahirrahmaanirrahiim” lalu meneguk segelas air manis di ikuti sebutir sebutir kurma untuk melengkapkan sunnah, dilanjutkan dengan membaca “dzahaba ad-dzomau wa ab-tallati al-‘uruqu wa tsabata al-ajru, insya Allah” (HR. Abu Dawud).

Ramadhan juga mengajarkan kepada kita untuk mengembirakan kesyukuran yang tertinggi atas nikmat masih bisa makan dan minum. Tiada berarti rumah bagus, mobil mewah, jabatan tinggi, dan berbagai hal lainnya ketika Allah Swt mencabut salah satu nikmat berupa makan dan minum. Seketika menjadi tak bernilai ketika makan dan minum tak lagi bias dinikmati.

Makan dan minum begitu sangat berharga ketika puasa dijalankan juga saat berbuka.Kegembiraan yang terakhir adalah saat Allah anugerahkan hari yang penuh kemuliaan yaitu Idul Fitri suatu hari yang istimewa dengan segala kebersamaan dalam bingkai ukhuwah Islamiyah yang tulus benar terjalin, kita saling bersilaturahim, mengunjungi hingga saling memaafkan, pada hari inilah merupakan momen istimewa setelah kita sekian lama menjalankan ibadah puasa.

Maka, keimanan yang melekat pada hati kita senantiasa semakin kuat setelah terasah selama sebulan dengan segala ujian, rintangan hingga pengendalian diri dari hal yang membatalkan puasa. Pada akhirnya hanya taqwa kepada Allahlah sebagai harapan, dan implementasi dari ketaqwaan itu adalah membekasnya segala ibadah yang kita lakukan setelah Ramadhan.

Ramadhan mengajarkan kita untuk dapat bergembira di saat tibanya, saat berbuka dan kala datangnya Hari Raya Idu Fitri dengan rasa syukur yang dalam atas nikmat Allah, tetap menahan diri dari godaan yang dilarang. Jika yang halal saja dapat kita kendalikan, maka tentulah yang terlarang pasti dapat kita tinggalkan pula.

Mari terus meningkatkan ketaqwaan dalam keimanan untuk terbiasa gembira dalam kesederhanaan namun sangatlah bermewahan dalam mengerjakan amal ibadah diwajibkan oleh Allah Swt. Semoga dengan Mengembirakan Ramadhan dapat mengantarkan kita menjadi hamba Allah yang bertaqwa. Nasrum minallah.Wallahua’lam.Lamlhom, Medio Ramadhan 1446 H[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *