JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan tanggapan terkait penerapan Qanun Aceh yang membatasi operasional perbankan hanya pada institusi syariah di wilayah tersebut. Kebijakan ini dinilai sebagai hasil kesepakatan politik antara pemerintah pusat dan Pemprov Aceh, meski berpotensi menimbulkan dampak ekonomi.
Dalam Rapat Kerja dengan Komite IV DPD RI, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mengakui bahwa pembatasan ini berisiko mengurangi daya saing bisnis jika dilihat murni dari perspektif komersial.
“Nah memang apakah ini tidak akan merugikan? Merugikan sebetulnya. Kalau dilihat dari perspektif bisnis semata-mata,” jelas Dian.
Dia menjelaskan kelihatannya para pelaku bisnis Aceh banyak melakukan impor, padahal barangnya berasal dari sana juga. Justru, aktivitas bisnisnya kebanyakan dilakukan di luar Aceh, seperti peternakan ayam dan lain sebagainya.
“Tapi itu kan pilihan-pilihan yang mungkin saya kira mudah-mudahan suatu saat bisa diatasi dengan baik, dan kalau misalnya sudah kesempatan untuk berbisnis dan lain sebagainya, semakin berkembang dengan baik di Aceh,” ujar Dian.
Lebih lanjut, OJK berkomitmen mendorong pertumbuhan ekonomi Aceh melalui penguatan ekosistem keuangan syariah. Langkah ini diperkuat dengan penyelenggaraan Pertemuan Tahunan Perbankan Syariah Indonesia di Aceh pada tahun lalu, yang menjadi momentum strategis untuk mengakselerasi pembangunan di wilayah tersebut.
Pada tahun 2023, OJK telah memberi lampu hijau terkait rencana bank konvensional dapat beroperasi kembali di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Ini sesuai dengan kesepakatan Pemerintah Aceh dalam merevisi aturan hanya bank syariah yang dapat beroperasi di wilayahnya. Adapun hal itu tertuang dalam Qanun Nomor 11/2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah.
Pada saat itu, Dian memandang bahwa peralihan kepada bank syariah di Aceh tidak bisa dipaksakan. Ia juga mengakui adanya masalah ketidaksiapan dalam prosesnya.
Dalam hal ini, pemerataan bank konvensional dan bank syariah dilakukan untuk memajukan ekonomi Aceh. Sekaligus juga memenuhi kebutuhan layanan perbankan warga Aceh.
Namun Dian mengakui bahwa proses kembalinya bank konvensional di Aceh tidak akan mudah. Sebab harus dipikirkan biaya kembalinya bank konvensional yang sudah keluar dari Aceh, termasuk untuk pembukaan kantornya.[]
Sumber CNBC Indonesia