Usut Dugaan Penyalahgunaan SPPD Studi Tiru Pemkab Aceh Besar !

banner 120x600

BANDA ACEH Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Besar mengadakan kerja sama dengan Pemerintah Kota (Pemko) Mataram dalam rangka pengembangan pariwisata. Penandatanganan nota kesepahaman (MoU) berlangsung pada 22—25 Januari 2025 di Desa Tetebatu, Kecamatan Sikur, Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Namun, kunjungan kerja yang dipimpin oleh Pj Bupati Muhammad Iswanto, bersama sejumlah kepala dinas Pemkab Aceh Besar, menuai perhatian publik. Kunjungan yang melibatkan biaya dinas besar ini, mendapat kritik karena dianggap menghambur-hamburkan anggaran, terutama di tengah arahan Presiden Prabowo Subianto yang meminta pemerintah daerah untuk memotong biaya perjalanan dinas guna menghindari pemborosan anggaran.

Go Atjeh Go Atjeh Go Atjeh

Keputusan untuk melakukan kerja sama pengembangan pariwisata ini juga dirasa mendadak dan kurang dipersiapkan dengan matang, karena sebelumnya belum ada informasi terkait program ini. Dugaan pun muncul bahwa program tersebut tidak didukung oleh anggaran khusus dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA).

Baca juga Kepala SD di Bireuen Wafat Saat Melantunkan Ayat Suci Al Quran di Mesjid

Informasi terkait kerja sama muncul di surat tugas nomor: 094/05/202 tanggal 16 Januari 2025 yang ditandatangani Pj Bupati Muhammad Iswanto. Surat yang tak dibubuhi paraf Sekda itu menjelaskan, bahwa Pemkab Aceh Besar melakukan kunjungan kerja dan studi tiru Desa Wisata Kabupaten Lombok Timur.

Kepala BPKD Aceh Besar, Andrea Syahputra, telah dicoba kabaraktual.id minta penjelasan terkait ketersediaan anggaran untuk mendukung program kerja sama tersebut, Sabtu (25/1/2025) sore. Tapi, pejabat ini tidak menjawab konfirmasi.

Baca juga Haji Uma Kutuk Penembakan Dua Warga Aceh oleh APMM di Perairan Malaysia

Beredar isu, program kerja sama tidak didukung dengan penyediaan anggaran dalam DPA Pemkab Aceh Besar. Akibatnya, para pejabat yang ditugaskan untuk menghadiri acara tersebut harus menggunakan anggaran sendiri.

Selain itu, beredar juga informasi bahwa rombongan Pj bupati pergi ke NTB bukan untuk kerja sama pariwisata, tapi menghadiri resepsi perkawinan. Sumber di lingkup Pemkab Aceh Besar mengatakan, salah seorang pejabat teras setempat ngunduh mantu di Mataram.

Baca juga Penembakan Dua Warga Aceh di Perairan Selangor, Pemerintah RI desak Malaysia Usut Tuntas

Agar tidak menimbulkan tudingan miring terhadap misi yang dijalankan Pj bupati dan rombongan ke NTB, perlu dilakukan audit terhadap program tersebut. Pj Bupati Muhammad Iswanto juga perlu membuat klarifikasi sebagai bentuk transparansi dan pertanggungjawaban publik, apa lagi jika anggaran yang digunakan adalah uang rakyat.

Zulkifli, seorang akuntan publik menyarankan agar lembaga independen melakukan audit terhadap program kerja sama tersebut. Tidak hanya sebatas dugaan penyalahgunaan penggunaan SPPD (biaya perjalanan dinas) oleh para pejabat, tapi juga audit secara keseluruhan.

Baca juga Studi Tiru Pejabat Aceh Besar ke Lombok untuk Sebutan di SPPD, Diduga Hadiri Pesta Perkawinan

Dia menduga, ada potensi mutilasi anggaran untuk menyukseskan program kerja sama tersebut. Gejala itu, kata Zulkifli, terlihat dari pengerahan pejabat di luar tupoksi pariwisata, seperti Dinas Kesehatan, DLHK, dan lain-lain. “Apa relevansinya menghadirkan instansi di luar pariwisata untuk program ini,” tanya akuntan tersebut.

Yang pertama harus diperiksa, lanjutnya, adalah dasar hukum pelaksanaan program. Apakah program kerja sama tersebut pernah dibahas dengan DPRK, sehingga lahir nomenklatur anggaran di dalam DPA? Kemudian, baru diperiksa dokumen lain-lain, termasuk semua surat tugas pejabat yang ikut hadir ke sana.

Baca juga Mualem Bahas Investasi untuk Aceh di Jamuan Makan Malam Dengan Dubes Maroko, AS dan Jordania

Dikatakan, para kepala dinas yang menggunakan anggaran instansi masing-masing harus diperiksa. Apakah DPA mereka menyediakan anggaran untuk mendukung perjalanan dalam rangka menghadiri acara penandatanganan MoU pariwisata di NTB? “Kalau tidak ada, berarti ini penyimpangan,” tegasnya.

Zulkifli menambahkan, transparansi terhadap program ini perlu dilakukan karena sudah menjadi atensi publik. Kemudian, juga agar tidak merugikan pihak-pihak yang dikait-kaitkan dengan kehadiran para pejabat Aceh Besar ke NTB, seperti isu menghadiri pesta perkawinan. “Supaya semuanya clear,” pungkasnya.[]

Sumber kabaraktual.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *