GoAtjeh.com, Jakarta — Aktivis Politik, Wanda Hamidah, mengajak masyarakat untuk memboikot Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) jika hanya ada satu pasangan calon atau jika pemilihan tersebut hanya melibatkan para elite.
Menurut Wanda, fenomena calon tunggal dalam pilkada dapat menimbulkan dampak negatif yang signifikan terhadap kualitas demokrasi. Wanda menyatakan bahwa situasi seperti ini bisa mengancam keadilan dan keberagaman dalam pemilihan publik.
Dalam pernyataannya kepada awak media di depan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta pada Kamis, (22/08/2024), Mantan Politikus Partai Golkar itu, mengungkapkan ketidakpuasannya terhadap kondisi pilkada yang hanya menyediakan satu pasangan calon. “Ya gini, kalau pilkadanya masih satu pasangan, masih pilihan elite, ya boikot aja pilkadanya. Enggak usah ada pilkada, enggak usah ada pilpres lagi. Karena ini akan menjadi fenomena buruk begitu hanya satu pasang,” ujarnya dengan tegas, lansir Sindonews.com
Wanda menegaskan bahwa model pemilihan seperti ini tidak memberi ruang bagi masyarakat untuk memilih secara bebas dan adil.
Wanda bahkan membuat perumpamaan untuk menggambarkan ketidakadilan situasi tersebut. Ia menyatakan bahwa memilih hanya satu pasangan calon ibarat memasang monyet dalam pemilihan. “Kalau hanya satu pasangan kan kamu tidak memberikan pilihan. Dan kamu pasang monyet di situ pasti jadi, kasarnya seperti itu ya. Enggak perlu orang baik, enggak perlu orang pintar, enggak perlu orang yang disukai.” ujarnya dengan nada sinis.
Perumpamaan ini menunjukkan betapa seriusnya Wanda dalam menilai dampak dari pilkada dengan calon tunggal.
Pada kesempatan itu, Wanda juga menyampaikan harapannya agar pilkada tidak menjadi preseden buruk bagi pelaksanaan demokrasi di Indonesia. “Ini jadi preseden buruk buat di 33 provinsi dan ratusan kabupaten desa. Bayangin enggak kamu punya pemimpin monyet semua,” pungkasnya.
Ia khawatir jika situasi ini terus dibiarkan, maka akan menciptakan preseden yang merugikan bagi daerah-daerah lain yang juga akan menggelar pilkada di masa mendatang.
Wanda berpendapat bahwa pembiaran terhadap fenomena calon tunggal dalam pilkada akan merugikan kualitas kepemimpinan dan merusak citra demokrasi. Bayangkan jika semua daerah hanya memiliki pemimpin yang tidak layak, seperti yang disamakan dengan monyet. Tentu ini akan sangat merugikan masyarakat, katanya.[]