Paskibraka Asal Serambi Mekah Copot Jilbab, PPI Seluruh Daerah Bergejolak

Presiden Joko Widodo berfoto bersama anggota Paskibraka 2024 seusai upacara pengukuhan di Istana Negara, Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur, Selasa (13/8/2024). - (Biro Pers Istana)
banner 120x600

GoAtjeh.com, Jakarta — Viral di seluruh jagad Indonesia tahun 2024 ini petugas Paskibraka mendapat perlakuan taklazim, kepada petugas asal serambi Mekah dipaksakan untuk menanggalkan jilbabnya saat menjadi anggota paskibra.

Tidak hanya kepada petugas yang asal Aceh itu saja di suruh tanggalkan jilbab tetapi ada 17 anggota paskibraka muslimah lainya juga mendapat perlakuan sama.

Go Atjeh Go Atjeh Go Atjeh

Perlakuan  pelarangan penggunaan jilbab bagi petugas Paskibraka Muslimah telah mencuat dan memancing beragam komentar. Hal itu dinilai janggal karena sejak lama, pasukan Paskibraka Muslimah sudah boleh berjilbab.

Hal ini disampaikan Wakil Sekretaris Jenderal Purna Paskibraka Indonesia (PPI) Pusat, Irwan Indra. Ia mendapat kesempatan menjadi pasukan Paskibraka pada 2001 sebagai perwakilan dari Sumatra Utara. “Saat itu sudah dibolehkan berjilbab di daerah. Di nasional sudah sejak 2002. Dulu zaman Orde Baru memang tak boleh,” ujarnya kepada Republika, Rabu (14/8/2024).
Irwan juga menjalankan tugas sebagai pembina Paskibraka sejak 2016. Saat itu, pembinaan Paskibraka masih di bawah Kementerian Pemuda dan Olah Raga. Sejak 2022, pembinaannya di bawah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
“Saya sejak 2016 jadi pembina Paskibra nasional di Cibubur jadi tahu betul kebiasaan-kebiasaannya,” ujar Irwan. Ia menuturkan, sejak 2016, mereka sudah mulai memikirkan betul soal penghargaan terhadap keyakinan masing-masing anggota Paskibraka.
“Kita sudah mulai melakukan penjagaan terhadap adik-adik dari hal-hal yang bertentangan dengan keyakinan mereka. Dulu ada tradisi mandi kembang dan balik celana dalam, itu konyol dan kita ubah,” ia menuturkan.

Soal pakaian untuk Paskibraka Muslimah yang hendak menjaga aurat juga dipertimbangkan. Misalnya, rok yang dipanjangkan dan penggunaan legging. “Bahkan pada 2021, pembawa baki Bendera Pusaka pakai jilbab. Makanya kita heran.”

Sebab itu, ia dan rekan-rekannya di PPI terkejut saat pada 13 Agustus lalu tak ada satupun Paskibraka putri yang berjilbab. “Kita kaget, koq ada yang berubah karena selama ini fine-fine saja soal keyakinan yang pake atau lepas jilbab,” ujarnya.

Dari situ kemudian muncul kerisauan di para senior di PPI daerah-daerah. Setelah ditelusuri, ternyata dari 38 provinsi ada 18 yang mengirimkan Muslimah berjilbab untuk jadi petugas Paskibraka pusat. “Kita cek ke semua PPI ke provinsi. Apakah benar tidak pakai jilbab? Mereka ramai bersuara, 18 provinsi pakai jilbab. Ada adik-adik kita yang sudah sejak SD sudah pakai jilbab,” kata Irwan.

Ia meyakini, lepasnya jilbab sebagian patugas Paskibraka karena faktor tekanan. “Nggak mungkin mereka sukarela, pasti ada tekanan,” kata dia.

Ia memaparkan, bentuk tekanannya bisa berupa ancaman dicadangkan atau tak dijadikan pasukan utama. “Malu dengan provinsi kalau sudah sampai di IKN tapi jadi cadangan, tak bawa baki,” ujarnya. Ia mengatakan sudah menanyakan ke pihak BPIP dan para pembina dari TNI-Polri soal hal ini namun belum mendapat kejelasan.

Atas polemik petugas yang melepas jilbab itu, PPI di sejumlah provinsi bergolak. “Teman-teman provinsi bereaksi, Aceh minta ke Kesbangpol untuk dipulangkan. Mereka tidak ridho, gadis Aceh yang berjilbab kok tiba-tiba tak berjilbab,” kata Irwan. “PPI di Palu di Sulawesi Tengah juga sudah protes.”

Pihak PPI juga berencana menyurati Presiden Joko Widodo terkait polemik ini. “Kalau saya yakin ini bukan perintah presiden, ini BPIP-nya karena dari dulu sudah semangat dan getol,” ujar Irwan.

Republikasudah mencoba menghubungi pihak-pihak kehumasan dan pejabat BPIP namun belum mendapat tanggapan selekasnya.

Polemik pecopotan jilbab para petugas Paskibraka Nasional tahun ini memicu riak ke daerah-daerah yang mengirimkan wakil mereka. Selain Aceh, Purna Paskibraka Indonesia (PPI) Sulawesi Tengah juga menyatakan kekecewaan.

“Jadi saya yang mengawal wakil kami, Ia berhijab. Tapi kami temukan fakta dari kanal YouTube saat pengukuhan tahun ini utusan kami atas nama adik Zahra telah melepas hijabnya,” ujar Ketua PPI Sulawesi Tengah Moh Rachmat Syahrullah saat dihubungi Republika, Rabu (14/8/2024). Perwakilan putri Sulawesi Tengah tahun ini berasal dari Kabupaten Morowali.

Ia mengatakan, mulanya hanya risau dengan lepasnya jilbab perwakilan mereka tersebut. Namun, ternyata hal serupa dilaporkan sejumlah PPI daerah lainnya. Menurut Rachmat, mereka telah menelusuri biodata awal dan foto-foto profil para petugas Paskibraka dari berbagai daerah yang terpilih tahun ini. “Terkonfirmasi fix ada sekitar 17 atau 18 yang berhijab, kasus yang paling menggemparkan dari Aceh,” kata dia.

Temuan tersebut menurutnya membuat gejolak di Sulawesi Tengah. Pihak-pihak yang mengetahui perihal tersebut meradang dengan polemik ini. “Saya sudah kontak dengan orang tua perwakilan kami, ia menyatakan sedih dan kecewa karena anaknya melepas hijab,” kata Rachmat.

Sementara ia belum bisa menghubungi petugas Paskibraka dari Sulawesi Tengah karena semua pasukan masih dikarantina dan tak boleh memegang alat komunikasi.

Rachmat menuturkan, ia bertugas sebagai Paskibra Provinsi Sulawesi Tengah pada 1996. “Secara historis, sebelum 2002 semua putri tak ada berjilbab. Di bawah Gus Dur (Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid), Aceh menjadi pelopor mengirim utusan berhijab. Setelah itu seluruh indonesia membolehkan rekrutmen petugas berhijab,” kata dia.

Pembinaan Paskibraka kala itu dipegang oleh Kementerian Pemuda dan Olah Raga. Namun, sejak 2022, pembinaan Paskibraka Pusat dilakukan oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). “Kami mengecam hal ini. Ini pelanggaran yang serius karena UUD 1945 Pasal 29 menjamin kemerdekaan semua warga negara menjalankan agamanya termasuk berhijab,” kata dia.

Rachmat mengatakan, saat ini akan menghimpun keberatan bersama PPI daerah lainnya untuk menyikapi hal yang menurut mereka merupakan “pelanggaran konstitusi yang serius. “Ini ironis karena dilakukan oleh BPIP badan yang seharusnya bertanggung jawab mengamalkan Pancasila, namun malah mengkhianati sila Ketuhanan yang Maha Esa.”

Orang tua perwakilan Paskibraka dari Sulawesi Tengah (Sulteng) menuturkan kesedihan dan kekecewaannya melihat sang putri tak berjilbab saat pengukuhan pada 13 Agustus lalu. Ia merasa upaya membesarkan anaknya dengan nilai-nilai keagamaan direndahkan

“Jadi kemarin saya nonton YouTube, saya kaget. Perasaan saya hitung video pelatihan ada sekitar 17 atau 18 yang pakai jilbab. Tapi kali ini di barisan perempuan tak ada pakai jilbab termasuk anak saya,” kata Gatot Susilo Eko Budiyanto, kepada Republika, Rabu (14/8/2024). Ia merupakan ayahanda dari petugas Paskibraka dari Sulteng, Zahra Aisyah Aplizya.
Zaza, panggilan akrabnya, dinyatakan lolos verifikasi Calon Paskibraka Nasional tahun 2024 pada Juni lalu. Ia merupakan siswi kelas 1 SMA 2 Bungku Morowali. Usianya baru 16 tahun, namun sudah menguasai tiga bahasa asing. Perjalanannya dimulai dari seleksi di Kabupaten Morowali, kemudian di tingkat provinsi.
“Dia senang sekali begitu dinyatakan lolos kemarin itu. Memang cita-citanya jadi Paskibra dan mau lanjut ke sekolah kedinasan,” tutur Gatot yang juga merupakan kepala Dinas Kominfo Kabupaten Morowali Utara tersebut.

Namun kebanggannya sebagai orang tua bercampur kesedihan saat menyaksikan pengukuhan kemarin. “Seharusnya dan memang saya bangga, tetapi melihat begitu saya juga jadi miris dan sedih sekali, Mas,” kata dia.

Ia menerangkan, Zaza sudah sejak sekolah dasar menggunakan jilbab. “Itu memang kemauannya sendiri, alhamdulillah. Jadi kami sedih, kenapa untuk acara ini harus lepas jilbab.”

Ia menuturkan, sang anak sudah mengikuti seleksi online sejak Kabupaten, dan pihak seleksi dari BPIP sudah mengetahui bahwa anaknya berjilbab. “Makanya saya bingung, padahal pada 2019 dan 2021 juga pembawa baki bendera pusaka berjilbab,” ujar Gatot.

Gatot mengatakan, terpukul sebagai orang tua atas insiden dilepasnya jilbab anaknya saat acara pengukuhan. “Kami terpukul, bagaimana kami sebagai orang tua mencoba menanamkan pondasi, dasar agama untuk anak kami,” kata dia.

Rabu ini, ia sudah menerima rilis video terbaru dari BPIP bahwa pada latihan gladi bersih para Paskibraka Muslimah sudah kembai berjilbab. Hal ini juga membuatnya bertanya-tanya. “Jadi kami bingung lagi. Ini berarti dianggap main-main itu jilbab, ini kan syariatnya kita umat Islam,” ia menegaskan.

Ia sebagai pihak orang tua mendesak ada permohonan maaf dari pihak-pihak yang terkait insiden pencopotan jilbab tersebut. “Kami secara khusus dari orang tua minta ada permohonan maaf dari pihak yang terkait. Siapa yang yang memerintahkan dan mengapa harus begitu?” kata dia.

Ia sangat menyayangkan langkah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) terkait polemik pencopotan jilbab ini. “Ini artinya BPIP tak mengindahkan Pancasila sila Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Sejauh ini belum ada klarifikasi resmi BPIP soal polemik ini. Kepala Biro Fasilitasi Pimpinan, Hubungan Masyarakat dan Administrasi BPIP, Mahnan Marbawi, hanya melampirkan video terkait gladi bersih hari ini yang menunjukkan sejumlah petugas Paskibraka seudah berjilbab. “Sudah pakai jilbab di gladi bersih yang disaksikan Presiden,” demikian ia menjawab. Ia tak menerangkan lebih lanjut soal insiden di upacara pengukuhan.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *